JAKARTA – Peran pemuda dalam sejarah Indonesia sangat vital. Bisa dibilang, berkat intelegensi pemuda lah Indonesia akhirnya bisa menyatakan Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Itulah salah satu poin penting dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini.
Pemuda adalah tulang punggung negara dan pemimpin masa depan. Tegak atau tidaknya suatu negara kelak ditentukan oleh kualitas para pemudanya. Presiden Soekarno saja mengakui, “Beri aku 1.000 orangtua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Pidato Soekarno ketika HUT Republik Indonesia pada 1966 itu, menurut Prof. Armida S. Alisjahbana, merupakan manifestasi kepercayaannya terhadap generasi muda. Dengan dukungan kaum muda yang penuh semangat, cekatan, dan berani bermimpi, Soekarno percaya bisa membawa Indonesia menjadi negara maju.
Peluang itu semakin terbuka lebar saat ini. Dalam laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Pusat Statistik memperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai lebih dari 300 juta jiwa pada 2045.
Dari jumlah tersebut, 70 persennya adalah usia produktif, berkisar 15-64 tahun. Inilah yang kerap dianggap sebagai bonus demografi. Presiden Jokowi bahkan menargetkan Indonesia bisa masuk dalam 4 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia pada 2045 melalui visi ‘Indonesia Emas 2045’.
Namun, Jokowi tak menampik mewujudkan itu butuh komitmen kuat. "Jangan dipikir kita biasa-biasa, tahu-tahu masuk 4 besar. Rumus seperti itu tidak ada. Banyak negara yang terjebak middle income trap karena tidak bisa menyelesaikan persoalan besar di negaranya.”
“Kita harus bisa menyelesaikan persoalan yang ada menuju 2045, 100 tahun Indonesia merdeka," kata Jokowi saat acara Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Nasional tiga tahun lalu di Jakarta.
Pencapaian impian dan visi Indonesia 2045 dibangun dengan 4 pilar berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar berbangsa, bernegara dan konstitusi, yakni:
- Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
- Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
- Pemerataan Pembangunan
- Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan
Prof. Armida S. Alisjahbana mengakui besarnya jumlah penduduk usia produktif dari sisi pembangunan dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Nantinya, ini tentu akan ikut mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Permasalahannya, siapkah ekonomi Indonesia menyediakan kesempatan kerja yang cukup untuk menampung lonjakan usia produktif tersebut? Kalaupun lapangan kerja cukup tersedia, mampukah mereka bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
“Permasalahan pembangunan sumber daya manusia inilah yang harus bisa diselesaikan dari sekarang,” ucapnya dalam pengantar buku ‘Indonesia di Tanganmu’ karya Prof. Dr. Subroto.
Namun, sambung Subroto, bila hari ini kita lengah, bonus demografi akan menjadi gunung penghalang dari cita-cita menuju masyarakat adil makmur sejahtera. Besarnya angkatan usia produktif akan menjadi beban. Ketiadaan pekerjaan akan meningkatkan social unrest meningkat, dan Indonesia akan terpuruk menjadi penyedia buruh murah.
“Demographic dividend tidak membawa Indonesia meraih cita-citanya yang gemilang, tapi justru membawanya pada jurang masalah yang mengerikan,” kata mantan menteri pertambangan dan energi Kabinet Pembangunan III dan IV dalam bukunya tersebut.
Membangun Karakter
Sumber daya manusia yang dimaksud tentu generasi muda yang saat ini duduk di bangku sekolah menengah pertama setidaknya hingga mahasiswa semester awal.
Mereka, menurut Subroto, harus dibekali dengan prinsip-prinsip yang jelas. Sebab, mimpi tentang keadilan sosial sebagaimana sila kelima pancasila adalah keadilan yang komprehensif, baik di bidang ekonomi, politik, sosial budaya, maupun hukum. Sehingga, mereka nantinya dapat menjadi para pemimpin yang tangguh dan visioner.
Bisa menjadikan Indonesia sebagai bangsa kreatif dan produktif. Bukan bangsa yang terombang-ambing dalam arus global dan hanya menjadi pasar dari barang-barang dunia tanpa memiliki kekuatan mencipta sama sekali.
“Poin terpenting terkait itu adalah membangun karakter. Budi luhur adalah inti dari leadership. Faktor kedua adalah pengetahuan dan keterampilan. Leadership tanpa pengetahuan dan keterampilan tidak akan memberi manfaat apa-apa. Begitu juga pengetahuan dan keterampilan, tanpa dilandasi dengan karakter hanya akan membawa bencana kemanusiaan,” Subroto menuturkan.
Menurutnya, langkah pertama membangun karakter bangsa adalah menumbuhkan kesadaran, utamanya kesadaran berbangsa. Berikutnya, memberi bekal pengetahuan dan keterampilan melalui Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics (STEAM).
“Untuk menguasai STEAM, kita perlu mempersiapkan kemampuan membaca, menulis, menghitung, dan musik,” Subroto melanjutkan.
Membaca adalah jendela memperoleh pengetahuan. Menulis adalah salah satu upaya untuk mentransfer pengetahuan yang diperoleh agar bisa lebih bermanfaat untuk orang lain. Menghitung adalah inti dari pelajaran logika.
Sedangkan musik dibutuhkan untuk mengaktifkan otak kanan, yang berkaitan dengan kreativitas, inovasi, dan perasaan peduli.
“Hal yang kita dambakan adalah generasi muda yang berkarakter dengan pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni. Termasuk keterampilan mengekspresikan ide-idenya melalui instrumen bahasa yang baik, secara lisan dan tulisan. Inilah pemuda yang kita dengungkan sebagai agen perubahan, mereka yang memiliki kemampuan menentukan jalannya sejarah,” imbuh Subroto.
Kendati begitu, upaya menciptakan generasi yang berkualitas juga butuh faktor keteladanan. Butuh figur berintegritas yang bisa kembali menumbuhkan semangat gotong royong dan musyawarah, serta semangat saling asah, asih, dan asuh.
Bukan figur yang hanya ingin berkuasa demi memperkaya diri dan golongan, yang hanya bisa bertengkar politik dan mempertontonkan konflik.
Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Malang, Hutri Agustino optimistis Indonesia mampu menjadi negara maju kelak. Sebab, Indonesia memiliki potensi besar dalam hal geografis dan sumber daya alam.
Yang tak kalah penting lagi, Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Ini yang seharusnya menjadi pandangan hidup bangsa.
“Ayo merujuk kembali, dengan benar-benar menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila,” kata Hutri kepada VOI pada 24 Oktober 2022.
Selamat hari Sumpah Pemuda, bersatu membangun bangsa.
另请阅读:
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)