Mencermati Pernyataan Hakim dalam Putusan Sela Sidang Ferdy Sambo
Ferdy Sambo usai menjalani sidang putusan sela kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Oktober 2022. (VOI/Rizky Adytia Pramana)

Bagikan:

JAKARTA - Sidang Ferdy Sambo atas dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Yosua) kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan putusan sela.

Dalam sidang yang berlangsung sekitar 40 menit itu majelis hakim memutuskan menolak keberatan penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo. Artinya, sidang Ferdy Sambo masuk ke tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan saksi.

Memperhatikan pasal 156 ayat 1 dan ayat 2, pasal 143 ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan, mengadili:

  1. Menolak keberatan dari penasihat hukum Ferdy Sambo untuk seluruhnya.
  2. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan nomor 796PITB/ 2022/PN Jakarta Selatan atas nama terdakwa Ferdy Sambo
  3. Menangguhkan biaya perkara dengan putusan sampai dengan putusan akhir

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh kami majelis hakim dibantu oleh saudara panitera pengganti, dihadiri oleh jaksa penuntut umum serta penasihat hukum terdakwa.

Begitulah yang diucapkan Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa dalam sidang Ferdy Sambo.

Terdakwa Ferdy Sambo menjalani sidang lanjutan atas perkara kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Oktober 2022. (Tangkapan Layar YouTube)

 “Kami memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan seluruh saksi pada persidangan yang akan datang. Kita tunda pada Selasa, 1 November Pukul 09.30 dengan agenda pemeriksaan 12 orang saksi, sebagaimana sebelumnya (dalam sidang Richard Eliezer), tolong dihadirkan lagi. Pemeriksaan pertama masih sekitar keluarga korban,” ucap Hakim Wahyu menutup sidang.

Adapun saksi yang diminta dihadirkan adalah Kamaruddin Simanjuntak (pengacara keluarga Yosua), Samuel Hutabarat (ayah Yosua), Rosti Simanjuntak (ibu Yosua), Vera Simanjuntak (kekasih Yosua), Maharesa Rizky (adik Yosua), Yuni Artika Hutabarat (kakak Yosua), dan Devianita Hutabarat (adik Yosua),

Serta, kerabat keluarga Yosua yaitu Novita Sari Nadea, Rohani Simanjuntak, Sangga Parulian, Roslin Emika Simanjuntak, dan Indra Manto Pasaribu.

Pasal Pertimbangan

Merujuk Pasal 156 ayat 1 dan 2 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hakim memiliki kewenangan mempertimbangkan eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum dan memutuskan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan perkara.

“Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan,” bunyi Pasal 156 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

“Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan,” bunyi pasal 156 ayat 2.

Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa juga menyertakan Pasal 143 ayat 2 dan 3 sebagai pertimbangan putusan yang berarti membenarkan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi unsur yang ditetapkan.

Pasal 143 ayat 2 berbunyi, penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :

  1. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
  2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Pasal 143 ayat 3, “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.”

Pemeriksaan Saksi

Terkait saksi yang akan diajukan dalam agenda sidang Ferdy Sambo berikutnya pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai jaksa atau hakim memiliki pertimbangan tertentu untuk memutuskan saksi yang akan diperiksa terlebih dahulu.

“Kalau saksi yang berasal dari keluarga dan kerabat korban terlebih dahulu berarti pemeriksaan saksi dimulai dari awal dan akhir. Belum mengarah ke pemeriksaan atas perbuatan yang didakwakan,” kata Fickar kepada VOI, Rabu (26/10).

Fickar mengelompokkan saksi ke dalam tiga bagian: saksi yang mengetahui keadaan Yosua sebelum ditembak; saksi yang mengetahui pada waktu terjadi penembakan dalam arti yang menyaksikan, melihat, dan mendengar proses penembakan terhadap Yosua; dan saksi pascapenembakan atau saat Yosua sudah menjadi korban penembakan.

“Jadi, saksi pada waktu terjadinya penembakan baru dihadirkan pada agenda sidang selanjutnya. Ini yang seru. Akan dikonfirmasi, umpamanya ada keterangan yang bertentangan antara saksi 1 dan saksi 2 maka hakim bisa memanggil dua-duanya, dikonfrontasi. Akan dicari nanti titik samanya,” jelasnya.

Terlebih, kata Fickar, saksi yang ada saat terjadinya penembakan juga merupakan terdakwa dalam perkara terpisah. Richard Eliezer, Kuat Maruf, Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi.

“Nanti apakah cerita mereka akan sinkron atau kesaksian mereka berdiri sendiri tinggal tunggu saja. Yang pasti, keempatnya punya kepentingan menyelamatkan dirinya masing-masing, semuanya terdakwa. Inilah dalam hukum acara pidana disebut sebagai saksi mahkota,” ucap Fickar.

Hakim ketua Wahyu Iman Santosa membacakan putusan sela dalam sidang Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Oktober 2022 (Tangkapan layar YouTube)

Meskipun nantinya hanya satu saksi yang memberatkan terdakwa Ferdy Sambo, Fickar menilai tidak masalah. Asal, keterangannya harus disertai dengan alat bukti pendukung lain.

“Bisa dengan alat bukti surat, keterangan ahli, keterangan terdakwa, atau petunjuk. Misalnya, keterangan dua orang saksi kalau dihubung-hubungkan menjadi petunjuk. Tinggal bagaimana nanti upaya jaksa meyakinkan hakim,” Fickar menuturkan.

Di sisi lain, terdakwa juga berhak mengajukan saksi yang meringankannya. Inilah peradilan, harus seimbang. Jaksa melakukan dakwaan, penasihat hukum terdakwa atau terdakwa punya hak menyangkal atau mengonfirmasi.

“Mereka harus mampu meyakinkan hakim. Sebab, hukum dijatuhkan atas dasar minimal dua alat bukti dan keyakinan hakim,” tandasnya.