JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka, telah dilantik pada Senin 20, Oktober 2024, yang menandai dimulainya pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Pelantikan itu sekaligus menandai berakhirnya masa pemerintahan Jokowi, yang telah berkuasa selama 10 tahun.
Namun orang meyakini pergantian kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo tak sepenuhnya kekuasaan berpindah ke Prabowo-Gibran, publik yakin meski secara fisik tak lagi terlibat di kekuasaan, namun pengaruh dan bayang- bayang Jokowi masih menyertai pemerintah baru itu.
Perlu diingat Jokowi adalah kingmaker meski dia bukan pimpinan partai bahkan saat ini tak memiliki partai tertentu. Namun pendukung di belakangnya masih cukup besar atau dukungan publik masih dipegangnya. Sehingga pengaruhnya tidak bisa dianggap main-main. Terbukti kemampuan merangkul sejumlah partai untuk membentuk ide keberlanjutan dengan motor utama Prabowo, mendapatkan sambutan banyak partai. Sehingga relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan mewarnai politik untuk beberapa bulan ke depan.
Pengaruh Jokowi itu bisa diindikasikan, dengan kehadiran sejumlah mantan pembantu Jokowi yang Kembali berkiprah di kabinet Prabowo-Gibran. Bahkan jumlahnya menteri incumbent itu mencapai 17 orang, 2 wakil menteri, 7 pejabat. Sehingga muncul kecurigaan publik, masuknya sejumlah mantan menteri Jokowi ke kabinet Prabowo. Memunculkan berbagai spekulasi, bukan hanya alasan keberlanjutan semata. Tetapi juga bisa dianggap, Jokowi ingin mempertahankan pengaruhnya. Belum lagi beberapa sejumlah loyalisnya, masih di posisi misal Kapolri Listyo Sigit, Jaksa Agung dan Panglima TNI yang notabene pilihan Jokowi.
BACA JUGA:
Sejumlah nama Menteri Jokowi, yang terus bertahan di kabinet Merah Putih Prabowo, seperti Sri Mulyani mantan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Mantan Menteri Menkominfo Budi Ari, Zulkifli Hasan (Menteri Perdagangan), Agus Gumiwang Kartasasmita (Menteri Perindustrian), Pratikno (Menteri Sekretaris Negara), Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian), Dito Ariotedjo (Menpora) yang kembali dipasang sebagai bentuk mengakomodir atau menandai kehadiran Jokowi.
Padahal beberapa menteri itu mendapatkan penilaian minus dan bermasalah sebelumnya. seperti Budi Arie yang dianggap gagal mengamankan Pusat Data Nasional, atau nama Bahlil dalam kasus investasi Pulau Rempang. Konon justru dititipkan Jokowi untuk menjagai Gibran.
Memang diakui Prabowo yang pemerintahannya adalah kelanjutan dan program pemerintahan sebelumnya. Sehingga beberapa nama kabinet Jokowi ikut diboyong dalam kabinetnya yang diberi nama 'Kabinet Merah Putih'.
Soal pandangan yang menganggap masih ada pengaruh Jokowi dalam pembentukan kabinetnya. Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Hasbi membantah ada cawe-cawe Jokowi dalam penyusunan kabinet Merah Putih, Prabowo-Gibran. " Saya agak terganggu saja, dengan pelabelan itu. Jokowi kan yang paling tahu menterinya. Sehingga Prabowo perlu diskusi dengan Jokowi dalam memilih kabinetnya. Jadi orang mau tanya, diskusi masa disebut cawe-cawe" ujar Hasbi.
Orang juga mempertanyakan apakah pengaruh Joko Widodo (Jokowi) masih signifikan, di pemerintahan Prabowo?. Beberapa faktor menunjukkan bahwa Jokowi sepertinya berupaya mempertahankan peran penting, meski tidak lagi menjabat secara formal. Manuver politik dan penempatan tokoh-tokoh dekatnya dalam pemerintahan baru ini tetap dianggap punya pengaruh.
Jokowi memberikan sinyal dukungan pada Pemerintahan Prabowo - Gibran. Ini menandakan bahwa Jokowi ingin memastikan transisi pemerintahan tidak mengguncang stabilitas kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya. Terutama proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pembangunan infrastruktur.
Tak hanya, beberapa kebijakan penting seperti Omnibus Law dan IKN yang merupakan warisannya agar tidak dibatalkan oleh pemerintahan berikutnya. Dengan menempatkan figur-figur strategis di kabinet dan memberikan dukungan politik kepada Prabowo, Jokowi berharap pemerintahan baru akan tetap melanjutkan arah kebijakan tersebut.
Pengaruh Jokowi sebenarnya bisa dieliminir​ dengan munculnya posisi PDIP dalam pemerintahan Prabowo. Namun pertarungan memperebutkan pengaruh antara PDIP dan Jokowi sepertinya dimenangkan Jokowi.
Padahal seperti diungkapkan oleh Pengamat Politik, Ray Rangkuti pertemuan Megawati dan Prabowo. Menurutnya bisa digunakan PDIP untuk menjustifikasi atau menunjukan bahwa yang punya peran adalah Prabowo dan Megawati bukan Prabowo dan Jokowi lagi karena Jokowi akan habis masa kekuasaan. Namun tak terjadi terjadi pertemuan itu. Sehingga perannya masih di Jokowi.
Manuver di Detik-detik Akhir
Batalnya komunikasi Prabowo dan Megawati yang sudah santer akan bertemu sebelum pelantikan ternyata tak terwujud. Ini juga mengukuhkan dominasi pengaruh Jokowi lebih kuat dibanding banding PDIP.
Namun rencana itu runyam seketika dengan pertemuan Prabowo dan Jokowi di Solo menjelang pelantikan, yang berbuntut pada tidak adanya nama kader PDIP yang dipanggil ke Kertanegara, kediaman Prabowo. Hanya satu nama PDIP yang masuk kabinet Prabowo yakni mantan Kepala BIN, Budi Gunawan. Ini seolah-olah menandai keunggulan Jokowi dibanding Megawati.
Menurut aktivis dan pengamat politik Ray Rangkuti, gagalnya pertemuan antara Prabowo dan Megawati, karena factor pengaruh dari Jokowi yang mengintersep terlebih dahulu sebelum Megawati dan Prabowo melakukan pertemuan. "Yang perlu dipertanyakan apa yang dibisikan Jokowi hingga akhirnya Prabowo berubah haluan di detik-detik akhir" ujar Ray kepada VOI, 21 Oktober.
Ray memberi klu soal pertemuan yang menjadi awal Prabowo berubah haluan adalah saat peristiwa dinner atau makan malam antara Jokowi dan Prabowo di salah suatu tempat, sehari sebelum Prabowo bertolak ke Solo untuk bertemu Jokowi, sebelum pelantikan, tanggal 20 Oktober. Sejak mereka intensif berkomunikasi, rencana pertemuan pertemuan Prabowo- Megawati yang sudah santer diberitakan menjadi batal.
Menanggapi pembentukan kabinet yang terlalu gemuk dan banyak mengakomodir banyak kepentingan dinilai Roy sebagai cerminan lemahnya kepemimpinan Prabowo selama ini. "Jadi orang bilang bahwa Prabowo kuat dan tegas, tidak terbukti dengan pembentukan kabinet yang demikian" kata Ray.
Melihat lemahnya kepemimpinan Prabowo itu, Ray menghawatirkan masa depan kepemimpianan Prabowo. Bisa jadi Prabowo berpotensi didikte Jokowi dan partai politik lain yang saat ini mengusungnya.