Bagikan:

JAKARTA - Menjelang Pemilu 2024, tiga kandidat sudah siap berkontestasi merebut kursi presiden ke delapan periode 2024-2029. Masyarakat diimbau tidak diam, melainkan harus cerdas dan aktif untuk mencari tahu siapa yang pantas dari ketiga kandidat untuk menerima suara rakyat.

Harapan yang diinginkan dari hasil pesta demokrasi 2024, Rakyat Indonesia mendapatkan pemimpin, wakil rakyat, dan partai politik yang berintegritas, amanah, jujur, tanggung jawab, dan tentu saja tidak korupsi. Integritas menjadi salah satu pilar dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial, serta menjadi landasan dalam pemerintahan dan organisasi yang menjunjung akuntabilitas dan transparansi.

Meski pada kenyataannya di lapangan, integritas begitu mudah diucapkan dan dihafalkan, tapi berat—bila tidak mau disebut sulit—diterapkan di lingkup pemerintahan, organisasi, dan masyarakat. Salah satunya mengenai transparansi untuk biaya kampanye yang dimiliki dan akan digunakan dari setiap kandidat pasangan calon (paslon) presiden dan calon wakil presiden yang akan berlaga di pilpres 2024.

Kepala negara,Joko Widodo di pertengahan tahun lalu melalui platform X (dahulu twitter) menyebutkan biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 diperkirakan mencapai Rp 110,4 triliun. Jokowi meminta kepada jajarannya untuk menghitung kembali biaya tersebut agar persiapan merayakan pesta demokrasi setiap lima tahun bisa lebih baik.

"Pemilu pada 14 Februari 2024 dan Pilkada serentak November 2024 diperkirakan butuh anggaran sampai Rp 110,4 triliun, untuk KPU Rp 76,6 triliun dan Bawaslu Rp 33,8 triliun. Saya minta untuk dihitung lagi lebih detail, baik APBN maupun APBD, agar dapat dipersiapkan secara bertahap," ujar Jokowi dalam unggahan di akun Twitter resminya @jokowi pada Senin (11/4/2022).

Negara Siapkan Biaya Pilpres untuk Satu Putaran

Kontestasi dengan 3 kandidat paslon, diprediksi bisa menjadi 2 putaran. Sementara anggaran yang disetujui untuk Pemilu 2024 saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR, KPU dan Bawaslu di akhir September 2023 hanya cukup untuk satu putaran. Anggaran yang disetujui DPR untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp28,3 triliun dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp11,6 triliun.

Pasangan calon presiden-cawapres di Kantor KPU

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan, pagu anggaran KPU pada 2024 yang disetujui DPR sebesar Rp28.365.496.586.000, dari usulan anggaran yang dibutuhkan KPU mencapai Rp44.737.909.334.000. Dia menyebutkan anggaran yang disetujui DPR itu untuk kegiatan dari awal persiapan Pemilu 2024 mulai dari pilkada hingga pemilihan presiden untuk satu putaran.

"Indikatif baru KPU tahun 2024 tidak termasuk anggaran presiden dan wakil presiden putaran kedua," kata Hasyim

Rincian kegiatan KPU untuk Pemilu 2024, antara lain; Sosialisasi/penyuluhan/bimbingan teknis tahapan: Rp172,3 miliar, Saranan dan prasarana bidang teknologi informasi dan komunikasi serta diklat teknis kepemiluan: Rp370 miliar, Pengelolaan, pengadaan, laporan, dan dokumentasi logistik: Rp2,44 triliun, Pembentukan/seleksi, honor, dan operasional Badan Adhoc: Rp18,6 triliun, Pemungutan, penghitungan, rekapitulasi, dan penetapan hasil: Rp2,60 triliun, Advokasi hukum, penyelesaian sengketa pemilu, dan penyusunan regulasi: Rp27,30 miliar, Kampanye dan sumpah janji: Rp886,64 miliar, Belanja operasional dan non operasional: Rp2,6 triliun dan Pilkada 4 DOB: Rp974,35 miliar

Pagu anggaran untuk Bawaslu yang disetujui sebesar Rp11.605.527.974.000, yang juga hanya sampai dengan pilpres putaran pertama. Rinciannya sebagai berikut: Program Dukungan Manajemen Rp1.362.618.246.000 dan Program Penyelenggaraan Pemilu dalam Proses Demokrasi Rp10.242.909.728.000.

Menurut Komisioner KPU RI, Yulianto Sudrajat pihaknya saat ini sudah mengajukan usulan untuk biaya tambahan jika pemilihan presiden mencapai dua putaran. "KPU belum mendapatkan anggaran sebesar Rp 17,346 triliun dari total usulan. Anggaran yang belum masuk DIPA itu diperlukan untuk membiayai belanja kegiatan Pilpres 2024 putaran kedua," katanya dalam keterangan yang diterima VOI, Senin, 13 November.

Pilpres 2024 Diprediksi 2 Putaran

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Senin (13/11) telah menetapkan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang akan berlaga dalam Pilpres 2024. Ada tiga pasangan yakni Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, serta Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai calon presiden dan calon wakil presiden yang ditetapkan secara resmi melalui Keputusan KPU RI Nomor 1632 Tahun 2023.

"Telah dinyatakan memenuhi syarat sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu Serentak 2024," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 416 berbunyi, 'Pasangan capres-cawapres dinyatakan menang satu putaran jika memperoleh suara lebih dari 50 dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia'.

Atas landasan tersebut sejumlah analis politik meyakini Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran. Hasil dari sejumlah lembaga survei yang dihimpun menyebutkan belum ada satu pun kandidat yang elektabilitasnya mendekati angka 50 persen.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA soal elektabilitas tiga pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden di Pilpres 2024, diprediksi pemilihan presiden 2024 akan berlangsung dua putaran. Dalam survei yang digelar pada periode 4-12 September 2023, pasangan Prabowo-Gibran unggul dari dua pasangan lainnya dengan elektabilitas sebesar 39,3%.

Rincian Biaya untuk Kampanye Pilpres

Dari hasil penelusuran VOI, besaran angka dari yang dikeluarkan dan dilaporkan secara resmi ke bawaslu dari dua kandidat paslon di tahun 2019 untuk kampanye tidak ada yang mencapai 1 triliun.

Bendahara Umum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Thomas Djiwandono mengemukakan pengeluaran terbesar dana kampanye digunakan untuk bahan kampanye paslon, rapat umum, hingga pertemuan tatap muka.

"Menurut catatan saat itu untuk bahan kampanye di angka Rp 60 miliar. Setelah itu pertemuan tatap muka Rp 21 miliar, pembuatan desain alat peraga Rp 8,8 miliar, dan sebagainya. Dana sumbangan dari perorangan kurang lebih ada Rp9,3 miliar. Sumbangan kelompok Rp1,1 miliar dan partai politik Rp 4,5 miliar," katanya.

Dia menyebutkan Sandiaga Uno juga memberikan donasi yang nilainya tidak jauh berbeda dengan Prabowo Subianto. "Nilainya saya lupa," katanya.

Bendahara Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan penerimaan terbesar dana kampanye TKN berasal dari pengusaha. Kedua pasangan, sama sekali tidak menyumbang sepeserpun dana.

"Jadi beberapa partai politik menyumbang pada kita sebesar Rp 79,7 miliar, lalu sumbangan dari kelompok itu Rp 251 miliar. Sumbangan perseorangan jumlahnya 252 orang. Sehingga total sekitar Rp 21,8 miliar," katanya.

Pengeluaran terbesar TKN adalah untuk biaya operasional, yaitu sebesar Rp 597,9 miliar. Dana tersebut digunakan untuk operasional termasuk biaya untuk alat peraga kampanye dan iklan.

Berapa Biaya untuk Jadi Presiden

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil pernah menyebut biaya menjadi presiden mencapai Rp8 triliun. Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah juga menyebut angka yang tidak jauh berbeda yakni, Rp5 triliun. Sandiaga Uno yang pernah mengikuti kontestasi sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di tahun 2019 mengungkapkan dalam perbincangannya bersama Rossi, telah mengeluarkan uang senilai Rp1 triliun. Sandi juga menyebutkan ada beberapa asetnnya yang dijual untuk membiayai kontestasi di pilpres 2019.

Jusuf Kalla juga menyebutkan telah mengeluarkan uang sebesar Rp3 triliun saat mengikuti kontestasi pilpres 2014 mendampingi Jokowi. Menurut pria yang biasa dipanggil dengan JK dalam wawancara di Youtube dengan Kompas, biaya terbesar itu untuk menjaga saksi dengan nilai Rp1 triliun.

Politisi senior dari Partai Golkar ini menegaskan hal yang paling utama dari seorang capres dan cawapres bukanlah dana besar, melainkan keterkenalan secara individu.

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mempertanyakan keterbukaan para politisi yang menyebut biaya politik itu tinggi. Karena faktanya, berdasarkan laporan resmi setiap parpol dan biaya kampanye yang dilaporkan ke bawaslu menunjukkan angka yang tidak sesuai dengan yang diucapkan para politisi tersebut.

"Jika kita melihat Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) pada Pilpres 2019 ditemukan hal yang menarik. Dari laporan kedua paslon yang berlaga di 2019, angkanya bahkan tidak menyentuh Rp1 triliun. Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno hanya melaporkan Rp213,2 miliar. Sementara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin melaporkan Rp606,7 miliar," katanya.

Titi menaruh tanya, jangan-jangan data yang dilaporkan selama ini hanya puncak dari gunung es. Terdapat transaksi di bawah permukaan yang mungkin tidak akan dapat diakses secara terbuka oleh publik. Dia juga mengungkapkan pilres 2024 merupakan kontestasi yang lebih mahal dari pilpres sebelumnya dan juga gelap.

"Penjelasan lebih mahal, di pilpres ini akan banyak transaksi antara sesama partai politik dan berbagai unsur kepentingan untuk memenangkan setiap kandidat. Dan setiap transaksi yang terjadi tidak akan diketahui oleh publik. Masyarakat hanya akan disuguhi berbagai pertemuan antar elit politik dan juga tidak bisa mengetahui isi dari pertemuan para elit tersebut," tandasnya.