Peniliti Temukan Penyebab  Kasus Gigi Berlubang Tertua pada Hewan Mamalia Prasejarah
Spesimen fosil primata penghuni pohon prasejarah, Microsyops latidens, dianalisis oleh para peneliti dari University of Toronto Scarborough. (foto: University of Toronto Scarborough)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus gigi berlubang paling awal yang diketahui terdapat pada mamalia telah ditemukan pada spesies seukuran tupai yang hidup 54 juta tahun yang lalu. Hewan ini dikenal memakan buah-buahan manis.

Spesimen fosil primata penghuni pohon prasejarah, Microsyops latidens, dianalisis oleh para peneliti dari University of Toronto Scarborough. Mereka menemukan bahwa 7,5 persen dari semua fosil yang mereka pelajari memiliki rongga, dengan beberapa lapisan mengandung frekuensi yang lebih besar daripada yang lain.

Hal ini menunjukkan bahwa diet Microsyops latidens bervariasi dari waktu ke waktu antara makanan dengan kandungan gula yang lebih tinggi dan lebih rendah. Studi ini dilakukan oleh antropolog Keegan Selig dan Mary Silcox dari University of Toronto Scarborough.

“Gigi berlubang atau karies adalah penyakit umum di antara manusia modern, mempengaruhi hampir setiap orang dewasa,” tulis keduanya dalam makalah mereka.

“Frekuensi karies telah digunakan untuk mempelajari perubahan pola makan pada manusia dari waktu ke waktu, berdasarkan hubungan yang disimpulkan antara kejadian karies dan diet kaya karbohidrat,” tambah mereka.

“Namun, penyakit ini tidak unik untuk spesies kita. Di antara primata non-manusia, ada juga variasi frekuensi karies yang berhubungan dengan diet,” kata Selig. Metrik ini dapat memberikan mekanisme untuk mempelajari diet dalam konteks yang lebih luas, dan lintas waktu geologis.

Dalam studi mereka, para peneliti menganalisis total 1.030 gigi fosil individu dan bagian rahang yang digali di Southern Bighorn Basin of Wyoming, di AS. Tim menemukan bahwa 77 spesimen termasuk gigi berlubang, yang menurut mereka kemungkinan disebabkan oleh diet tinggi buah atau makanan kaya gula lainnya.

Namun, dengan penanggalan fosil berdasarkan usia sedimen di mana mereka disimpan, pasangan tersebut menentukan bahwa frekuensi rongga bervariasi dari waktu ke waktu, dengan yang paling sedikit ditemukan pada spesimen tertua dan termuda.

Hal ini menunjukkan bahwa pola makan Microsyops latidens berubah dari waktu ke waktu antara makanan dengan berbagai tingkat kandungan gula. Ini mungkin sebagai respons terhadap perubahan pertumbuhan vegetasi dan ketersediaan makanan yang disebabkan oleh fluktuasi iklim saat itu.

“Microsyops latidens mungkin mengandalkan sumber makanan yang lebih tinggi gula, dan karena itu lebih kariogenik (kemungkinan menyebabkan kerusakan gigi), selama periode perubahan iklim,” tulis para peneliti dalam makalah mereka.

“Ini, jelas mereka, bisa jadi 'akibat meningkatnya persaingan untuk sumber makanan yang terbatas, atau perubahan sumber makanan yang tersedia. Hal ini, pada gilirannya, mungkin telah menyebabkan peningkatan frekuensi karies,” kata penelitian itu.

“Seiring dengan tersedianya lebih banyak data paleoklimat, ada kemungkinan bahwa kita akan melihat bukti perubahan iklim lebih lanjut selama periode ini, yang mungkin telah mempengaruhi sumber makanan yang tersedia untuk M. latidens,” tambah para peniliti itu.