Twitter Hapus Video Balita Rasis yang Diunggah Donald Trump
Cuplikan Video Balita berpelukan (Junkin Media)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sepertinya harus merubah gaya kampanye di media sosial. Pasalnya beberapa unggahan video kampanyenya justru melanggar hak cipta dan konten palsu.

Baru-baru ini, unggahan video singkat Trump yang menunjukkan seorang balita kulit putih tengah mengejar balita kulit hitam yang tampak berlari ketakutan menjauhinya. Video itu pun sempat diberi judul 'Toddler (Balita) yang ketakutan berlari dari bayi rasis'

Video tersebut sudah dilihat 4 juta kali di Facebook dan 20 juta kali di Twitter sebelum pada akhirnya dihapus. Twitter juga menandai unggahan Trump sebagai konten yang berpotensi 'Manipulasi Media'.

Nyatanya video yang diunggah Trump tidak sesuai dengan rekaman asli milik salah satu orangtua dari balita tersebut. Sebagaimana dirangkum dari Reuters, orangtua dari salah satu balita tersebut menggugat presiden Amerika Serikat itu karena menyalahi aturan hak cipta dan konten palsu.

Di mana, video dua anak balita itu diedit secara kasar dengan menyematkan logo CNN. Video itu juga dipertegas dengan narasi bertuliskan “Balita yang ketakutan berlari dari bayi rasis.”

Dengan bantuan fact-check, Twitter segera menambahkan tautan dari media terkait video dan berita tentang kedua bayi tersebut. Berdasarkan judul asli yang diunggah CNN, justru menunjukkan kebalikan dari apa yang ingin ditekankan Trump soal rasisme.

"Dua balita ini menunjukkan kepada kita seperti apa bentuk besties (pertemanan) di kehidupan nyata," tulis keterangan di video tersebut, dengan memperlihatkan kedua balita itu berpelukan dan bermain bersama.

Unggahan video Trump soal balita rasis itu langsung dikomentari ribuan warganet. Mereka berbondong-bondong memprotes Trump karena memanfaatkan anak-anak di bawah umur sebagai bahan kampanye pilpresnya.

Sebelum ini, Facebook juga telah menghapus beberapa set iklan kampanye milik Trump yang diduga melanggar aturan terkait ujaran kebencian. Beberapa di antaranya bahkan diketahui melanggar konten hak cipta dalam penggunaan kampanye di media sosial.