JAKARTA - Untuk saat ini, Facebook telah mengabaikan rencananya untuk menghubungkan otak pengguna platform media sosial ini langsung ke Facebook. Untuk masa mendatang, Anda harus puas dengan mengaitkan pergelangan tangan Anda langsung ke Oculus Rift.
Jejaring sosial ini mengumumkan dalam sebuah posting blog bahwa mereka telah meninggalkan upaya untuk mengembangkan ikat kepala atau headset yang memungkinkan pengguna mengetik dengan cepat dan mengontrol komputer dengan berpikir dan mungkin, bertindak sebagai alat antarmuka otak-Facebook di masa depan.
Alih-alih melanjutkan pekerjaan pada helm prototipe mereka sendiri, divisi perangkat keras eksperimental Facebook, Reality Labs, akan memfokuskan pekerjaannya di area pengembangan gelang yang membaca sinyal otot untuk mengontrol sistem augmented reality dan virtual reality. Ini mirip seperti jajaran headset VR Oculus.
Menurut MIT Technology Review, staf Facebook yang mengerjakan proyek tersebut mengatakan ruang lingkup aslinya mungkin terlalu ambisius. “Kami mendapat banyak pengalaman langsung dengan teknologi ini,” Mark Chevillet, kepada Technology Review.
BACA JUGA:
Chevillet adalah seorang fisikawan dan ahli saraf yang bekerja pada proyek tersebut tetapi sekarang mempelajari dampak Facebook pada demokrasi. “Itulah sebabnya kami dapat dengan yakin mengatakan, sebagai antarmuka konsumen, perangkat suara senyap optik yang dipasang di kepala masih jauh. Mungkin lebih lama dari yang kita perkirakan,” ucapannya.
Chevillet meyakinkan Technology Review bahwa meskipun upaya pengembangan empat tahun termasuk operasi otak yang didanai Facebook dan prototipe yang memancarkan cahaya melalui tengkorak, dan tidak seperti proyek Neuralink milik CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk. “Kami tidak pernah memiliki niat untuk membuat produk operasi otak,” tuturnya.
Beberapa sumber daya Facebook digunakan untuk mendanai penelitian oleh Edward Chang di University of California, San Francisco yang melibatkan pembedahan penanaman bantalan elektroda pada otak orang (elektrokortikografi). Teknik ini memungkinkan untuk membaca sejumlah besar neuron sekaligus.
Menurut Technology Review, tim peneliti telah melaporkan riset ini kepada New England Journal of Medicine pada Rabu 14 Juli, bahwa mereka telah mengembangkan metode yang memungkinkan seorang pria yang tidak dapat berbicara setelah terkena stroke untuk mengetik kalimat dengan kecepatan sekitar 15 kata per menit. Namun, para peneliti hanya mampu melatih subjek yang disebut, Bravo-1, untuk mengetik sekitar 50 kata saja, dan sistemnya hanya 40% akurat.
Ini sebenarnya adalah langkah maju yang mengesankan dalam ilmu kedokteran. Akan, tetapi jelas tidak ada yang mendekati jenis perangkat yang ingin dicoba dan ditawarkan Facebook kepada pengguna. Jadi Facebook menghentikan pengembangannya sendiri ke dalam prototipe helm Facebook Reality Labs, membuat perangkat lunaknya open-source, dan memungkinkan peneliti eksternal untuk melihat perangkat keras eksperimentalnya.
“Kami melihat aplikasi di masa mendatang dalam teknologi bantuan klinis, tetapi bukan itu tujuan bisnis kami. Kami fokus pada aplikasi konsumen, dan masih ada jalan panjang untuk itu,” kata Chevillet kepada Technology Review.