Bagikan:

JAKARTA - Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meluncurkan serangkaian gugatan class action terhadap Twitter, Facebook dan YouTube. Ia  mengklaim bahwa ketiga perusahaan tersebut melanggar hak Amandemen Pertamanya.

Gugatan itu juga menyebutkan nama CEO Twitter Jack Dorsey, CEO Facebook Mark Zuckerberg dan CEO Google Sundar Pichai. 

"Kami menuntut diakhirinya pelarangan bayangan, penghentian pembungkaman dan penghentian daftar hitam, pembubaran dan pembatalan yang Anda ketahui dengan baik," ungkap Trump saat konferensi pers dikutip dari TechCrunch, Kamis 8 Juli.

Gugatan itu diajukan Trump di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Selatan Florida. Selain tuntutan memulihkan akun media sosial miliknya, Trump juga mencari "kompensasi dan ganti rugi." Facebook dan Twitter menolak mengomentari berita tersebut, begitu pula Google.

Suami dari Melania Trump itu menuduh Facebook, Twitter, dan Google melanggar hak Amandemen Pertama. Akan tetapi isi Amandemen Pertama sendiri berkaitan dengan pemerintah yang menyensor kebebasan berbicara, bukan bisnis.

Namun sayang, ketiga raksasa media sosial itu juga dilindungi oleh Bagian 230 dari Undang-Undang Kepatutan Komunikasi, yang melindungi platform dari tanggung jawab hukum atas konten yang mereka host dan keputusan moderasi konten.

Tuntutan Trump meminta hakim untuk membatalkan Bagian 230 dari Undang-Undang Kepatutan Komunikasi, undang-undang yang disebut sebagai tulang punggung internet karena memberikan perlindungan kepada situs web dari tanggung jawab atas konten yang diposting oleh pengguna.

Trump dan pendukungnya telah menyerang Bagian 230 ini dan mengatakan itu telah memberi perusahaan internet besar terlalu banyak perlindungan hukum dan memungkinkan mereka untuk melarikan diri dari tanggung jawab atas tindakan mereka.

Awal Mula Trump Diblokir Medsos

Setelah serangan 6 Januari di Capitol lalu, ketiga platform media sosial tersebut dengan cepat mencabut hak istimewa unggahan Trump yang saat itu masih menjabat sebagai presiden. Selama bertahun-tahun, dianggap Trump melanggar kebijakan platform seputar informasi yang salah dan bahkan ancaman kekerasan, tetapi perannya dalam peristiwa hari itu melewati batas.

Dikutip dari Reuters, dimana Trump berpidato mengulangi klaim palsunya bahwa kekalahannya dalam pemilihan presiden adalah hasil dari penipuan yang sangat luas. Ini merupakan sebuah pernyataan yang ditolak oleh banyak pengadilan, pejabat pemilihan negara bagian, dan anggotanya sendiri.

Karena langkah tersebut, kini nasib Trump di Twitter telah dilarang seumur hidup untuk menggunakan media sosial itu. Tapi di Facebook dan YouTube, kemungkinan akunnya bisa dipulihkan kembali.

Sementara, Facebook masih mempertimbangkan keputusan itu setelah badan pembuat kebijakan eksternal, Dewan Pengawas Facebook, mengembalikan masalah tersebut ke perusahaan. Facebook sekarang perlu menentukan jangka waktu penangguhan Trump yang tidak terbatas, apakah permanen atau untuk jangka waktu tertentu.