Bagikan:

JAKARTA - Raytheon Technologies Corp., mendapatkan kontrak senilai 2 miliar dolar AS untuk mengembangkan rudal jelajah nuklir baru, Kamis 1 Juli. Ini menjadi langkah administrative besar pertama Presiden AS, Joe Biden, untuk menggantikan persenjataan nuklir Amerika Serikat. 

Pentagon juga menjelaskan Angkatan Udara berencana untuk membeli sebanyak 1.000 Senjata Long-Range Standoff untuk menggantikan Air Launched Cruise Missile yang pertama kali diterjunkan pada tahun 1982. Senjata baru ini, jika ramping, akan dibawa pada pesawat pengebom B-52 dan B-21.

Kontrak Angkatan Udara menunjukkan bahwa modernisasi kapasitas pertahanan negara era Perang Dingin untuk mengirimkan senjata nuklir melalui udara, darat dan laut tetap menjadi prioritas utama Pentagon di bawah pemerintahan Biden. Modernisasi itu dimulai oleh Presiden Barack Obama dan dilanjutkan oleh Presiden Donald Trump.

Landasan generasi berikutnya dari apa yang disebut triad nuklir adalah kapal selam kelas Columbia milik Angkatan Laut, ICBM baru Angkatan Udara yang dikenal sebagai Penangkal Strategis Berbasis Darat dan infrastruktur komando dan kontrol nuklir yang terus ditingkatkan.

Pekerjaan membuat rudal jelajah baru akan dilakukan di Tucson, Arizona. Proyek ini diharapkan akan selesai pada awal 2027. Menurut sumber Angkatan Udara  AS Ini akan menjadi dasar keputusan produksi akhir tahun itu. Rudal itu akan dipasangkan dengan hulu ledak W80-4 baru yang sedang dikembangkan oleh Administrasi Keamanan Nuklir Nasional Departemen Energi.

Dalam tinjauan terbaru tentang biaya triad jangka panjang, Kantor Anggaran Kongres memperkirakan pada bulan Mei bahwa jika proyek dilakukan, rencana kekuatan nuklir dari Pentagon dan Departemen Energi akan menelan biaya total 634 miliar dolar hingga tahun 2030. Angkatan Udara menolak untuk merilis pengembangan rudal jelajah baru mereka dan perkiraan biaya pengadaannya.

“Kontrak ini menandai langkah kami selanjutnya dalam menyelesaikan pengembangan, mematangkan teknik manufaktur kami, dan membuktikan rudal baru memenuhi  persyaratan operasionalnya," kata manajer program Angkatan Udara Elizabeth Thorn, dalam sebuah pernyataan.