JAKARTA – Keputusan TikTok dan ByteDance, perusahaan induknya, untuk melawan undang-undang divestasi AS tidak berjalan dengan baik. Pasalnya, pengadilan justru membuat keputusan yang merugikan mereka.
Beberapa bulan yang lalu, TikTok mengajukan gugatan ke pengadilan banding federal AS terkait undang-undang yang memaksanya berpisah dengan ByteDance. Menurut TikTok, tindakan pemerintah AS merusak hak kebebasan bicara para penggunanya.
Namun, pada Jumat, 6 Desember, panel tiga hakim di Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia memutuskan untuk mendukung pihak pemerintah. Hakim pun menyatakan bahwa mereka memihak pemerintah karena pertimbangan keamanan nasional.
TikTok dianggap menimbulkan ancaman karena memiliki akses yang cukup besar terhadap data pribadi masyarakat AS. China dicurigai dapat memanipulasi informasi yang diterima masyarakat melalui platform tersebut.
Karena itu, memisahkan TikTok dari ByteDance masih dianggap sebagai keputusan terbaik, bahkan dianggap sebagai langkah penting dalam menghalangi pemerintah China. Dengan begitu, China tidak bisa menjadikan TikTok sebagai senjata mereka.
Keputusan ini merupakan kemenangan besar bagi Departemen Kehakiman (DOJ) dan sejumlah regulator atau pihak yang menentang adanya aplikasi milik China. Keputusan ini juga menguatkan undang-undang divestasi yang perlu dipatuhi TikTok.
TikTok tampaknya akan tetap melawan undang-undang tersebut karena memisahkan diri dari ByteDance dapat merugikan mereka. CEO TikTok Shou Zi Chew pun mengatakan kepada karyawannya bahwa mereka akan terus melawan paksaan divestasi tersebut.
"Meskipun berita hari ini mengecewakan, yakinlah kami akan terus berjuang untuk melindungi kebebasan berbicara di platform kami," kata Shou Zi Chew dalam email staf, dikutip dari Reuters.