Bagikan:

JAKARTA - Google akan memulai pembangun pusat data dan wilayah cloud terbarunya di Malaysia dengan nilai investasi sebesar 2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp31,3 triliun. 

Dengan pembangunan pusat data di Malaysia ini menandai langkah signifikan Google dalam memperluas kehadirannya di Asia Tenggara. Namun, mengapa Google memilih untuk membangun pusat data mereka di Malaysia? 

Setelah melakukan kajian, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa ada tiga faktor mengapa Malaysia dipilih menjadi lokasi pembangunan pusat data Google. 

Pertama adalah terkait harga listrik per kWh, di mana menurut Budi, Malaysia memberikan harga 8 sen per kWh. Sedangkan harga listrik di Indonesia untuk industri dibanderol dengan harga 10-11 sen kWh. 

“Dua, mereka bebas pajak untuk barang modal. Malaysia nih, Johor. Yang ketiga adalah kepastian hukum dalam investasi,” jelasnya dalam acara Grand Opening JST1 dari Bersama Digital Data Centres (BDDC) pada Rabu, 8 Oktober di Jakarta Timur. 

Menurut Budi, jika Indonesia bisa memberikan ketiga faktor tersebut kepada para investor, maka Indonesia bisa lebih kompetitif untuk bersaing dalam investasi data center dengan negara tetangga.

Sebagai penyedia data center di Indonesia, Presiden Komisaris Bersama Digital Data Centers (BDDC), Setyanto Hantoro, mengatakan bahwa untuk menarik investor masuk ke Indonesia, butuh insentif khusus, selain tarif listrik.

“Ada pajak. Karena banyak barang-barang yang harus kita impor, pajak impornya dipermudah, direndahkan. Karena ini investasi jangka panjang,” jelas Setyanto menambahkan jawaban dari Menkominfo.