Bagikan:

JAKARTA – Pada 17 September, Badan Penerbangan Federal (FAA) mendenda SpaceX sebesar 633 ribu dolar AS atau sekitar Rp9,5 miliar. Menurut FAA, SpaceX telah melanggar ketentuan lisensi peluncuran.

Lisensi peluncuran yang perusahaan itu langgar adalah penerbangan satelit pita lebar Satria-1 atau PSN Satria milik pemerintah Indonesia pada Juni tahun lalu. SpaceX juga dinilai melanggar lisensi peluncuran satelit pita lebar Jupiter-3, atau EchoStar-24, pada Juli 2023.

Dua hari setelah denda diajukan, SpaceX menyerahkan surat balasan yang berisi empat halaman kepada pimpinan Komite Sains DPR AS, pemimpin Komite Perdagangan Senat AS, dan dua komite yang mengawasi Kantor Transportasi Luar Angkasa Komersial FAA (AST).

Di dalam surat tersebut, SpaceX menyalahkan FAA karena lembaga itu sering menunda jadwal peluncuran karena masalah yang dianggap kecil. Perusahaan milik Elon Musk itu pun menyatakan bahwa AST tidak bisa memproses masalah kecil tepat waktu.

"Sehubungan dengan masalah ini, perlu dicatat bahwa dalam setiap kejadian, SpaceX memberikan pemberitahuan yang cukup kepada AST tentang pembaruan lisensi yang relatif kecil ini, yang tidak berdampak pada keselamatan publik," kata SpaceX, dilansir dari Spacenews.

SpaceX pun memberikan contoh masalah perubahan tanggal. Misalnya, perusahaan itu mengubah rencana peluncuran Falcon 9, termasuk lokasi peluncuran, dan mengharapkan respons pada 2 Mei. Namun, FAA belum selesai meninjau hingga 13 Juni karena terlalu banyak perubahan.

Perusahaan itu mengeluarkan revisi peluncuran lagi pada 15 Juni hanya untuk mengubah lokasi dan menurut SpaceX, perubahan ini tidak memerlukan persetujuan FAA. Hingga 20 Agustus, FAA masih belum mengeluarkan lisensi peluncuran terbaru.

SpaceX merasa bahwa perubahan lokasi memakan waktu yang sangat lama, padahal perusahaan itu hanya memindahkan pusat kendali untuk peluncuran. Kepala Eksekutif SpaceX Elon Musk pun menyebutkan bahwa denda ini merupakan perang hukum dengan motif politik.