JAKARTA - Grayscale, salah satu manajer aset kripto terbesar kedua di dunia, mengalami penurunan signifikan dalam kepemilikan Bitcoin mereka sejak konversi Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) menjadi ETF pada awal tahun ini. Berdasarkan data dari Coinglass, jumlah Bitcoin yang dikelola oleh GBTC telah turun lebih dari 60% sejak debutnya sebagai ETF.
Dilansir dari Cryptobriefing, pada Januari lalu, ketika GBTC resmi beralih menjadi ETF, dana tersebut masih mengelola hampir 620.000 Bitcoin (BTC). Namun, per 28 April, jumlah tersebut merosot tajam menjadi sekitar 227.400 BTC, yang saat ini bernilai sekitar 13,3 miliar Dolar AS (sekitar Rp204 triliun).
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh arus keluar modal yang terus berlanjut pasca-konversi ETF, dipicu oleh biaya manajemen yang tinggi dan tekanan kompetitif dari dana-dana lain seperti iShares Bitcoin Trust milik BlackRock dan Fidelity Bitcoin Trust (FBTC).
BACA JUGA:
Saat ini, GBTC yang dulunya menjadi ETF Bitcoin terbesar, telah disusul oleh iShares Bitcoin Trust milik BlackRock. Dalam waktu hanya lima bulan sejak peluncurannya, BlackRock berhasil meraih posisi teratas di pasar ETF Bitcoin.
Menurut data dari Farside Investors, dalam pekan ini saja, investor telah menyuntikkan lebih dari 220 juta Dolar AS (sekitar Rp3,3 triliun) ke dalam iShares Bitcoin Trust (IBIT), menjadikannya pemimpin dominan di pasar ETF Bitcoin dengan kepemilikan sekitar 358.000 BTC yang bernilai sekitar 22 miliar Dolar AS (sekitar Rp338 triliun).
Meski begitu, ada tanda-tanda bahwa penurunan GBTC mulai melambat. Data terbaru menunjukkan bahwa arus keluar dari GBTC mulai berkurang sejak awal bulan ini. Pada sesi perdagangan Rabu, GBTC mencatat arus keluar bersih sebesar 8 juta Dolar AS (sekitar Rp123 miliar), yang merupakan penarikan terendah sejak pertengahan Juli.
Sementara itu, Grayscale Bitcoin Mini Trust, versi biaya rendah dari GBTC, juga mengalami arus keluar pertama pada 28 Agustus, dengan penarikan sebesar 8 juta Dolar AS (sekitar Rp123 miliar). Meski demikian, Bitcoin Mini Trust ini masih berhasil menarik hampir 350 juta Dolar AS (sekitar Rp5,3 triliun) dalam bentuk modal bersih sejak peluncurannya pada akhir Juli, memperkecil jarak dengan dana pesaing yang dikelola oleh Invesco dan Franklin Templeton.