Bagikan:

JAKARTA – Kanada mengalami situasi darurat pada Mei hingga September tahun lalu karena kebakaran yang terus terjadi. Kebakaran ini terjadi di beberapa wilayah yang menurut NASA setara dengan luas North Dakota.

Para peneliti di Jet Propulsion Laboratory (JPL), salah satu fasilitas milik NASA, mengamati dampak pembuangan karbon dari kebakaran yang sangat ekstrem ini. Berdasarkan temuan para ilmuwan, kebakaran ini telah melepaskan 640 juta metrik ton karbon.

Jumlah emisi ini setara dengan emisi bahan bakar fosil yang dihasilkan oleh negara industri besar per tahun. Hasil penelitian ilmuwan NASA juga menunjukkan bahwa karbon yang dihasilkan dari kebakaran Kanada jauh lebih besar dari bahan bakar fosil tahunan di Rusia dan Jepang.

"Yang kami temukan adalah emisi kebakaran (dari tahun 2023) lebih besar daripada apa pun yang tercatat di Kanada," kata Brendan Byrne, Ilmuwan JPL sekaligus Penulis Utama Studi Emisi Karbon Kebakaran Kanada. "Kami ingin memahami alasannya."

Menurut para peneliti, Kanada mengalami kebakaran secara berturut-turut karena kondisi hutannya yang mudah terbakar. Suhu di bagian barat laut Kanada, lokasi yang menghasilkan 61 persen emisi kebakaran, mencapai 2,6 derajat celsius dan curah hujannya 8 cm di bawah rata-rata.

Kondisi ini membuat kebakaran menjadi lebih besar dan menyebar secara tidak biasa. Akibatnya, 18 juta hektar hutan dari British Columbia di barat hingga Quebec hangus terbakar. Jika suhu yang dialami Kanada terus terjadi di masa depan, kebakaran besar akan terus terjadi.

"Beberapa model iklim memproyeksikan bahwa suhu yang kita alami tahun lalu akan menjadi normal pada tahun 2050-an. Pemanasan, ditambah dengan kurangnya kelembapan, kemungkinan akan memicu aktivitas kebakaran di masa mendatang," jelas Byrne.

Insiden kebakaran ini perlu diamati lebih lanjut untuk mencegah masalah serius di masa depan. Jika kebakaran hutan besar yang terjadi di Kanada menjadi lebih umum, iklim global akan terpengaruh karena hutan yang seharusnya menyerap karbon sudah menghilang.