JAKARTA - Ketegangan diplomatik antara Rusia dan Prancis meningkat setelah penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov, di bandara Le Bourget, Prancis, pada 24 Agustus. Kementerian Luar Negeri Rusia segera meminta klarifikasi dari pemerintah Prancis terkait insiden ini. Kedutaan Besar Rusia di Prancis telah mengajukan permintaan resmi untuk penjelasan, namun hingga kini belum ada respons yang memuaskan dari pihak Prancis.
Penangkapan Durov, yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam dunia teknologi, menimbulkan kontroversi besar. Banyak pihak di Rusia melihat tindakan ini sebagai upaya politis untuk menekan Durov. Telegram, perusahaan yang didirikan oleh Durov, dengan tegas menyatakan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Mereka menegaskan bahwa Durov sering bepergian di Eropa dan tidak memiliki apa pun yang disembunyikan.
Kedutaan Besar Rusia menyatakan bahwa mereka segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak Durov dan memastikan akses konsuler terhadapnya. Namun, upaya ini tampaknya menemui hambatan karena Prancis dinilai menghindari kerja sama dalam hal ini. Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendesak agar hak-hak Durov dilindungi sesuai dengan hukum internasional.
BACA JUGA:
Dilansir dari Bitcoin.com News, Maria Butina, seorang anggota parlemen Rusia, mengutuk penangkapan ini dengan menyebut Durov sebagai “tahanan politik” dan korban dari “perburuan penyihir” yang dilakukan oleh negara-negara Barat. Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, menambahkan bahwa Durov telah salah menilai situasi internasional, dengan menyatakan bahwa di mata negara-negara Barat, Durov tetaplah seorang Rusia yang dianggap berbahaya.
Penangkapan Durov memicu berbagai spekulasi dan teori konspirasi. Beberapa analis politik di Rusia berpendapat bahwa penangkapan ini mungkin terkait dengan upaya untuk mengendalikan platform Telegram, yang dikenal sebagai salah satu aplikasi pesan terenkripsi paling populer di dunia. Telegram sering digunakan oleh aktivis dan jurnalis untuk berkomunikasi secara aman, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah yang ingin mengawasi komunikasi digital.
Di sisi lain, beberapa media Barat melaporkan bahwa penangkapan Durov mungkin terkait dengan dugaan pelanggaran hukum di Prancis. Namun, hingga kini belum ada bukti konkret yang mendukung tuduhan tersebut. Telegram sendiri telah menyatakan bahwa mereka akan terus beroperasi seperti biasa dan tidak akan terpengaruh oleh penangkapan Durov.