Bagikan:

JAKARTA - Artificial Intelligence (AI) masih menjadi perhatian serius oleh pemerintah. Karenanya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan adopsi AI agar dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi digital nasional.

Nezar  turut menyatakan bahwa beberapa lembaga pemerintah di Indonesia telah menerapkan teknologi AI untuk layanan publik pada masing-masing sektor. 

“Contohnya di Kementerian Kominfo sendiri mengembangkan teknologi AI untuk mendeteksi berita palsu atau hoaks yang beredar di ruang digital dengan teknologi yang kita sebut sebagai NLP (Natural Language Processing) dan juga memakai machine learning,” ujarnya dikutip Rabu, 21 Agustus. 

Selain itu, Nezar menambahkan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga telah mengembangkan chatbot berbasis AI untuk membantu wajib pajak mendapatkan informasi dan layanan terkait perpajakan dengan lebih mudah. 

Kementerian Kesehatan bahkan telah mengembangkan dan memanfaatkan AI dan teknologi kesehatan di bidang radiologi dan patologi di beberapa rumah sakit di Indonesia. Selain itu teknologi rontgen dada, CT Scan, otak dan juga patologi anatomi yang lain. 

Dalam Diskusi Publik tentang Sarasehan Nasional AI, Nezar menegaskan bahwa pemanfaatan teknologi AI ini juga dapat dimanfaatkan di beberapa Kementerian/Lembaga lain. 

“Misalnya memprediksi cuaca dan bencana, memprediksi pola lalu lintas. Ini paling banyak dipakai saat ini untuk memetakan traffic di jalan tol dan lain sebagainya sudah menggunakan AI termasuk mengatur lalu lintas pintu tol,” paparnya. 

Akan tetapi dalam mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk layanan publik, pemerintah perlu mewaspadai beberapa dampak potensial yang dapat muncul. Beberapa dampak yang perlu diwaspadai adalah:

  1. Privasi dan Keamanan Data:

    • Penggunaan AI dalam layanan publik sering kali memerlukan akses ke data pribadi warga negara. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa menyebabkan pelanggaran privasi dan kebocoran data. Pemerintah harus memastikan bahwa data yang dikumpulkan, disimpan, dan diproses oleh sistem AI dilindungi dengan langkah-langkah keamanan yang kuat.
  2. Bias dan Diskriminasi:

    • AI dapat memperkuat bias yang sudah ada jika data yang digunakan untuk melatih model AI mencerminkan bias tersebut. Hal ini bisa mengakibatkan diskriminasi dalam pelayanan publik, di mana kelompok tertentu mungkin mendapat perlakuan yang tidak adil. Pemerintah harus mengawasi pengembangan dan implementasi AI untuk memastikan bahwa algoritma yang digunakan adil dan inklusif.
  3. Ketergantungan pada Teknologi:

    • Ketergantungan yang berlebihan pada AI dalam layanan publik bisa mengurangi peran manusia dalam pengambilan keputusan. Hal ini bisa berisiko jika AI membuat kesalahan atau jika ada situasi di mana intervensi manusia diperlukan. Pemerintah harus memastikan bahwa ada mekanisme untuk pengawasan manusia dan intervensi manual ketika diperlukan.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas:

    • Algoritma AI sering kali beroperasi sebagai "kotak hitam," di mana proses pengambilan keputusan tidak mudah dipahami oleh pengguna atau pembuat kebijakan. Ini bisa menyebabkan masalah transparansi dan kesulitan dalam memegang pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan. Pemerintah harus mendorong pengembangan AI yang transparan dan memiliki mekanisme akuntabilitas yang jelas.
  5. Pengangguran dan Ketidaksetaraan Ekonomi:

    • Otomatisasi yang diperkenalkan oleh AI dapat menggantikan pekerjaan manusia, terutama dalam tugas-tugas rutin atau administratif. Hal ini dapat meningkatkan pengangguran dan ketidaksetaraan ekonomi. Pemerintah perlu merencanakan kebijakan pelatihan ulang dan pengembangan keterampilan untuk memastikan bahwa tenaga kerja siap menghadapi perubahan yang dibawa oleh AI.
  6. Penggunaan yang Tidak Etis:

    • AI memiliki potensi untuk digunakan dengan cara yang tidak etis, seperti pengawasan massal tanpa izin atau penargetan kelompok tertentu dengan kebijakan yang tidak adil. Pemerintah harus menetapkan kerangka hukum dan etika yang jelas untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam layanan publik.
  7. Resistensi Sosial:

    • Penerapan AI dalam layanan publik mungkin menghadapi resistensi dari masyarakat yang khawatir akan dampak negatifnya, seperti kehilangan pekerjaan atau privasi. Pemerintah harus melakukan edukasi publik yang tepat dan melibatkan masyarakat dalam diskusi mengenai penerapan AI untuk memastikan bahwa penerapan teknologi ini diterima secara luas.

Dengan mempertimbangkan dan mengelola dampak-dampak tersebut, pemerintah dapat memaksimalkan manfaat AI dalam layanan publik sambil meminimalkan risiko yang terkai