JAKARTA – Para peneliti membuat kemajuan penting dengan mengamati lubang hitam menggunakan teleskop Chandra X-ray Observatory. Mereka kini dapat memahami kapan lubang hitam makan atau melahap material.
Selain menggunakan teleskop Chandra milik NASA, para peneliti juga memanfaatkan data dari Neil Gehrels Swift Observatory serta XMM-Newton milik Badan Antariksa Eropa (ESA). Mereka mengamati lubang hitam supermasif di sistem AT2018fyk.
Lubang hitam ini memiliki massa hingga 50 juta kali lebih besar dari daripada massa Matahari dan berada di pusat galaksi yang terletak sekitar 860 juta cahaya dari Bumi. Di orbit yang elips di sekitar lubang hitam terdapat bintang yang hancur sebagian.
Kerusakan ini terjadi karena perbuatan lubang hitam. Setiap kali gaya pasang surut terjadi, lubang hitam akan menarik beberapa material dari bintang hingga menciptakan puing-puing bintang. Proses ini biasanya terjadi sekitar 3,5 tahun sekali.
Sekitar tahun 2018, survei berbasis darat optik ASAS-SN menunjukkan bahwa sistem AT2018fyk menjadi lebih terang dari biasanya. Setelah diamati menggunakan teleskop NASA dan ESA, terungkap bahwa lonjakan kecerahan ini terjadi karena gangguan pasang surut.
BACA JUGA:
Artinya, ada bintang yang terkoyak sepenuhnya dan sebagian puingnya tertelan oleh lubang hitam karena berada terlalu dekat. Hal ini membuat orbit mengalami peningkatan kecerahan yang begitu besar, seperti yang terlihat di teleskop Chandra dan XMM-Newton.
Awalnya, para ilmuwan berpikir bahwa bintang telah dimakan sepenuhnya karena kecerahan pada sinar-X dan sinar ultraviolet (UV) memudar. Namun, dua tahun kemudian, kedua sinar ini kembali terang, bahkan jauh lebih terang dari sebelumnya.
Melihat peristiwa ini, bintang diperkirakan berhasil lolos dari lubang hitam, lalu memasuki elips yang sama beberapa tahun kemudian. Dengan demikian, bintang akan dimakan oleh lubang hitam setiap 3,5 tahun sekali karena orbit menarik bintangnya lebih dekat ke lubang hitam.