JAKARTA - Malaysia sedang mencari komitmen dari platform media sosial untuk menangani kejahatan siber yang meliputi penipuan, perundungan siber, dan pornografi anak. Hal inin dikatakan Menteri Komunikasi Malaysia pada Rabu, 24 Juli, karena pemerintah berusaha menindak konten berbahaya di internet.
Malaysia melaporkan peningkatan tajam dalam konten berbahaya di media sosial awal tahun ini dan mendesak perusahaan media sosial, termasuk induk Facebook, Meta, dan platform video pendek TikTok, untuk meningkatkan pemantauan di platform mereka.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2024, pemerintah merujuk 51.638 kasus ke platform media sosial untuk tindakan lebih lanjut, naik dari 42.904 kasus yang tercatat sepanjang tahun lalu, menurut otoritas Malaysia.
Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil mengatakan regulator telah mengeluarkan arahan kepada perusahaan media sosial untuk memberikan umpan balik atas kekhawatiran pemerintah mengenai kejahatan siber dan konten berbahaya yang ditemukan di platform mereka.
"Ada platform yang lebih bersedia bekerja sama (dengan pemerintah) dan ada yang kerja samanya tidak memuaskan," katanya dalam konferensi pers rutin pada Rabu.
Fahmi mengatakan Meta memiliki tingkat kepatuhan tertinggi dengan permintaan pemerintah untuk menghapus konten berbahaya yang ditemukan di platformnya, di mana Facebook mencatat tingkat kepatuhan 85%, Instagram 88%, dan WhatsApp 79%.
BACA JUGA:
"TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance dari China, memiliki tingkat kepatuhan 76%, platform pesan Telegram 65%, dan X 25%," tambah Fahmi, tanpa memberikan rincian tentang bagaimana tingkat tersebut diukur. Sayang, Meta, X, TikTok, dan Telegram tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Fahmi mengatakan regulator komunikasi Malaysia dapat menandai konten yang melanggar hukum setempat ke perusahaan media sosial, tetapi terserah platform untuk memutuskan apakah akan menghapus konten yang melanggar pedoman komunitas mereka sendiri.
Otoritas Malaysia menganggap perjudian online, penipuan, pornografi anak dan pemancingan, perundungan siber, serta konten terkait ras, agama, dan kerajaan sebagai berbahaya.
Meta dan TikTok membatasi jumlah rekor postingan dan akun media sosial di Malaysia dalam enam bulan pertama tahun 2023, data yang diterbitkan oleh perusahaan tahun lalu.