Bagikan:

JAKARTA - Gangguan siber di Australia Jumat 19 Juli, disebabkan oleh pembaruan perangkat lunak yang dilakukan oleh CrowdStrike, yang memiliki perangkat lunak bernama CrowdStrike Falcon yang diinstal di PC Windows secara global.

Perangkat lunak ini bertujuan untuk melindungi dari serangan siber, termasuk pencurian kredensial. Namun, pembaruan yang diluncurkan awal pekan ini menyebabkan komputer mengalami restart dan menampilkan pesan kesalahan layar biru (Blue Screen of Death). 

Dalam posting di X, George Kurtz, President dan CEO CrowdStrike, mengakui bahwa kejadian itu bukanlah serangan siber dan hanya gangguan yang mempengaruhi sistem berbasis Windows. 

 

"CrowdStrike secara aktif bekerja dengan pelanggan yang terdampak oleh cacat yang ditemukan dalam satu pembaruan konten untuk host Windows. Host Mac dan Linux tidak terdampak. Ini bukanlah insiden keamanan atau serangan siber. Masalah ini telah diidentifikasi, diisolasi, dan solusi telah diterapkan," kata Kurtz.

 

 

"Kami merujuk pelanggan ke portal dukungan untuk pembaruan terbaru dan akan terus memberikan pembaruan lengkap dan berkelanjutan di situs web kami. Kami juga merekomendasikan organisasi untuk memastikan mereka berkomunikasi dengan perwakilan CrowdStrike melalui saluran resmi. Tim kami sepenuhnya dimobilisasi untuk memastikan keamanan dan stabilitas pelanggan CrowdStrike," ungkap Kurtz.

 

CrowdStrike adalah perusahaan keamanan siber global yang berfokus pada pencegahan serangan siber. Dikenal dengan pendekatan platform berbasis intelijen ancaman dan pemantauan, CrowdStrike menyediakan solusi keamanan yang melindungi data identitas, cloud, dan memberikan visibilitas yang baik di area-area berisiko bagi perusahaan.

Core Bisnis CrowdStrike

Core bisnis CrowdStrike adalah penyediaan solusi keamanan siber yang kuat, terutama dalam:

  1. Deteksi dan Pencegahan Ancaman: Menggunakan teknologi AI untuk mendeteksi dan mencegah ancaman siber sebelum mereka dapat menyebabkan kerusakan.
  2. Intelijen Ancaman: Mengumpulkan dan menganalisis data ancaman untuk memberikan wawasan yang berguna dalam pencegahan serangan siber.
  3. Pemantauan Berkelanjutan: Menyediakan layanan pemantauan untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan secara real-time.

Partner Kerja CrowdStrike

CrowdStrike bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar di industri keamanan siber dan teknologi, termasuk:

  • Mandiant (dimiliki oleh Google): Spesialis dalam tanggapan insiden dan intelijen ancaman.
  • Palo Alto Networks: Penyedia solusi keamanan siber yang komprehensif.
  • Microsoft: Melibatkan kolaborasi dalam berbagai proyek keamanan.

Produk dan Kebijakan  

  1. CrowdStrike Falcon:

    • Falcon Go: Produk yang dirancang untuk UKM, menawarkan perlindungan keamanan siber berbasis AI untuk menghentikan serangan ransomware dan mencegah pembobolan data.
    • Falcon Platform: Platform keamanan terpadu yang memberikan deteksi ancaman, intelijen ancaman, dan kemampuan pemulihan.
  2. Kebijakan dan Strategi Keamanan:

    • Pendekatan Platform: Menekankan penggunaan platform terpadu yang digerakkan oleh intelijen ancaman untuk melindungi data identitas dan infrastruktur cloud.
    • Perlindungan Cloud: Fokus pada melindungi beban kerja cloud dari gangguan dan penyalahgunaan fitur unik cloud oleh pelaku kejahatan siber.
    • Visibilitas dan Pengelolaan Ancaman: Memberikan visibilitas menyeluruh terhadap aktivitas ancaman dan memungkinkan pengelolaan risiko yang lebih baik.

Dampak pada Sistem Keamanan IT Dunia

CrowdStrike berperan penting dalam meningkatkan standar keamanan siber global. Dengan teknologi canggih dan kolaborasi dengan mitra strategis, mereka membantu berbagai organisasi melawan ancaman siber yang semakin kompleks. Kebijakan keamanan yang diterapkan oleh CrowdStrike, seperti penggunaan AI dan pemantauan berkelanjutan, memberikan contoh terbaik bagi industri dan membantu dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.

Kecepatan respon dan kemampuan deteksi CrowdStrike, seperti yang terlihat dalam kasus penurunan waktu rata-rata serangan dari 84 menit di tahun 2022 menjadi 62 menit di tahun 2023, menunjukkan efektivitas pendekatan mereka dalam melindungi aset digital dan data sensitif.