Bagikan:

JAKARTA - Penambang Bitcoin dari era Satoshi telah mencatat keuntungan luar biasa sebesar 550 juta Dolar AS (sekitar Rp8,9 triliun) selama lonjakan harga Bitcoin tahun ini. Keuntungan besar ini terjadi pada rentang harga 62.000 Dolar AS (sekitar Rp1 miliar) hingga 70.000 Dolar AS (sekitar Rp1,1 miliar), menegaskan betapa pentingnya timing yang tepat dalam pasar kripto.

Dikutip dari U.Today, menurut CEO CryptoQuant, Ki Young Ju, para penambang Bitcoin awal yang menjadi pelopor dalam mengadopsi dan memvalidasi transaksi di jaringan Bitcoin telah melihat pengembalian investasi yang signifikan pada tahun 2024. Data menunjukkan bahwa para penambang ini berhasil memanfaatkan lonjakan harga Bitcoin tahun ini dan mengamankan keuntungan besar.

BACA JUGA:


Aktivasi Kembali Dompet Era Satoshi

Beberapa dompet Bitcoin dari era Satoshi, yaitu periode ketika pendiri pseudonim Bitcoin, Satoshi Nakamoto, aktif di forum publik antara akhir 2009 hingga 2011, tiba-tiba diaktifkan kembali sejak awal 2024. Pada bulan Mei, sebuah dompet penambang Bitcoin awal yang telah tidak aktif selama 14 tahun mentransfer 2.000 BTC. Koin-koin ini kemungkinan besar dikirim ke meja OTC atau kustodian, karena koin tersebut segera dikirim ke beberapa alamat baru.

Rentang harga 62.000 Dolar AS hingga 70.000 Dolar AS terbukti sangat menguntungkan bagi para penambang Bitcoin dari era awal ini. Rentang ini mencakup periode ketika Bitcoin hampir mencapai harga tertinggi sepanjang masa, memberikan kesempatan ideal bagi para penambang untuk menjual Bitcoin yang mereka kumpulkan dengan harga premium.

Bitcoin telah melipatgandakan harganya sejak awal 2023, mencapai harga tertinggi sepanjang masa yaitu 73.798 Dolar AS (sekitar Rp1,2 miliar) pada bulan Maret, didorong oleh permintaan untuk ETF di bursa khusus AS. Meskipun lonjakan ini baru-baru ini mereda, arus masuk ETF tetap berlanjut.

Pada hari Selasa, Bitcoin mengalami penurunan bersama dengan pasar aset kriptolainnya, mencapai harga terendah 64.010 Dolar AS (sekitar Rp1 miliar), di tengah kekhawatiran tentang ekonomi global dan likuiditas yang lebih rendah selama musim panas.