JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat mengambil langkah berani dengan mengusulkan undang-undang baru yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk memblokir akses aset digital. Senator Mark Warren, yang mengusulkan undang-undang ini, menekankan pentingnya langkah ini dalam memerangi terorisme. Namun, kebijakan ini telah memicu kekhawatiran di kalangan komunitas kripto, yang melihatnya sebagai ancaman terhadap kebebasan ekonomi digital.
Menurut Informasi CoinSpeaker, pada hari Kamis, Scott Johnsson, seorang pengacara keuangan dan pendukung ekonomi kripto, mengungkapkan kecemasannya di media sosial. Dia memperingatkan bahwa undang-undang ini dapat memberikan Presiden kekuatan untuk mengintervensi protokol keuangan terdesentralisasi (DeFi), yang bisa dianggap sebagai pelanggaran sanksi oleh Departemen Keuangan AS.
Johnsson menyoroti bahwa undang-undang ini mengadopsi elemen dari Terrorist Financing Prevention Act, yang memungkinkan Departemen Keuangan untuk memblokir transaksi dengan entitas asing yang dikenai sanksi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap masa depan sektor kripto dan keuangan terdesentralisasi.
BACA JUGA:
Implikasi dari undang-undang ini cukup luas, berpotensi memaksa pengguna untuk beralih ke jaringan blockchain yang mematuhi regulasi Know Your Customer (KYC). Ini bisa membatasi aktivitas mereka hanya pada blockchain yang diatur, mengurangi anonimitas dan kebebasan yang selama ini menjadi ciri khas ekosistem kripto.
Johnsson juga mengemukakan bahwa undang-undang ini mungkin merupakan bagian dari strategi yang lebih luas dari AS untuk mengendalikan ekonomi kripto, dengan mengatasnamakan langkah-langkah anti-terorisme. Ini menandai perubahan signifikan dalam pendekatan pemerintah terhadap aset digital, yang sebelumnya lebih bersifat laissez-faire (kebijakan yang meminimalkan campur tangan pemerintah dalam urusan pasar dan bisnis) .
Undang-undang ini mendefinisikan aset kripto sebagai representasi digital dari nilai yang diamankan oleh buku besar kriptografi, termasuk protokol komunikasi dan kontrak pintar. Ini menunjukkan pengakuan resmi terhadap aset digital dan potensi mereka dalam ekonomi modern.
Namun, iklim politik dan legislatif di AS terkait kripto tetap tidak pasti. Di satu sisi, ada dukungan bipartisan untuk inovasi finansial, seperti yang terlihat dalam Financial Innovation and Technology for the 21st Century Act. Di sisi lain, ada kekhawatiran yang meningkat terkait dengan keamanan dan regulasi aset digital.
Presiden Joe Biden telah menunjukkan sikap hati-hati terhadap undang-undang yang berpotensi membahayakan konsumen dan investor. Ini menegaskan bahwa pemerintah AS akan terus mempertimbangkan dampak dari setiap kebijakan baru terhadap rakyatnya.