Bagikan:

JAKARTA - Kehadiran layanan internet berbasis satelit Starlink ke Indonesia diharapkan bisa memenuhi kebutuhan layanan internet di wilayah daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) yang tidak bisa dijangkau kabel fiber.

Namun, di tengah manfaat yang diberikan Starlink, masih banyak polemik yang terjadi. Salah satunya adalah perusahaan milik Elon Musk yang belum memiliki Network Operation Center (NOC) di Indonesia. 

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha menyoroti bagaimana pemerintah perlu memastikan bahwa Starlink bisa menjaga kedaulatan digital untuk sektor kritikal seperti  sektor kesehatan.

“Sebetulnya lokasi NOC tidak berkaitan dengan kedaulatan digital atau keamanan siber di Indonesia, karena fungsi NOC adalah melakukan pengawasan infrastruktur yang dimiliki oleh Starlink supaya memastikan bahwa layanan tidak terganggu,” kata Pratama dalam siaran resminya.

Hanya saja, dia menambahkan, jika ada NOC Starlink yang berlokasi di Indonesia, pemerintah akan lebih mudah berkolaborasi dengan Starlink jika perlu melakukan tindakan bersama seperti pemberantasan judi online serta pornografi.

Pratama juga khawatir bahwa kehadiran Starlink akan menyebabkan ketergantungan negara yang signifikan pada layanan internet satelit yang dioperasikan oleh perusahaan asing sehingga kurang memiliki kontrol langsung atas infrastruktur tersebut.

“Jika memang karena kondisi yang hanya bisa dijangkau oleh layanan internet melalui satelit, bisa menggunakan layanan VSAT yang juga banyak dimiliki oleh ISP lokal di tanah air,” ujarnya.

Potensi ancaman kedaulatan siber lainnya adalah adanya akses yang tidak diinginkan di mana negara-negara asing atau entitas jahat dapat mencoba mengakses infrastruktur satelit untuk tujuan yang merugikan, seperti mata-mata atau serangan siber.

“Polemik lain yang timbul adalah kemungkinan pemanfaatan satelit untuk melakukan serangan fisik, misalnya melakukan serangan ke IKN dengan cara mengubah orbit satelit dan dijatuhkan ke infrastruktur kritis yang melayani IKN seperti gardu induk PLN atau kilang Pertamina, termasuk menjatuhkan satelit ke pusat pemerintahan yang bisa menimbulkan banyak korban jiwa bahkan bisa mengancam nyawa presiden serta jajaran menteri,” sambung Pratama.

Oleh karena itu, Pratama mengungkapkan hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah untuk memastikan bahwa Starlink akan mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan sebelumnya sehingga kita masih memiliki kedaulatan digital meskipun ada Starlink di Indonesia. 

“Jangan sampai sekarang Starlink masih mau memenuhi persyaratan tersebut, namun di masa depan mereka tidak mentaatinya, salah satunya adalah memastikan bahwa trafik internet di Indonesia melalui Starlink hanya dilewatkan NAP lokal dan tidak menggunakan laser link sebagai backbone layanan Starlink di Indonesia,” tutupnya.