Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyoroti pemberian sertifikasi Uji Laik Operasi (ULO) yang diberikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada layanan internet berbasis satelit Starlink.

Menurut Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga, pemberian sertifikasi ULO kepada Starlink tidak lah transparan. Sehingga, berpotensi menyebabkan dugaan pemberian hak istimewa yang mungkin tidak diberikan kepada ISP lokal.

Kekhawatiran ini muncul ketika APJII menemukan bahwa faktanya Starlink belum memiliki Network Operation Center (NOC), sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi yang mendorong Starlink untuk membangun kantor di Indonesia.

"Starlink diimbau agar segera membuat NOC di Indonesia, sedangkan setahu saya, sebelum diberikan sertifikat ULO, NOC tersebut sudah tersedia sebagai salah satu syarat pemerintah mengeluarkan izin penyelenggaraan kepada ISP," kata Arif dalam konferensi persnya pada Senin, 27 Mei yang dilakukan secara daring.

Selain itu, kekhawatiran semakin diperparah dengan adanya dugaan bahwa perangkat Starlink masuk ke pasar Indonesia melalui jalur ilegal, tanpa melalui proses standarisasi yang tepat dari otoritas terkait.

Karena jika hal tersebut benar adanya, muncul kekhawatiran lain di mana hal ini akan memicu pertanyaan mengenai keamanan dan legalitasnya, serta potensi dampak negatifnya terhadap ekosistem internet yang di Indonesia.

"APJII mengingatkan ancaman layanan internet lokal di daerah pedesaan, karena kehadiran layanan internet asing seperti Starlink bisa meningkatkan ketergantungan terhadap penyedia asing yang berpotensi mengganggu keberlanjutan dan kemandirian industri ISP lokal," tambahnya.

Untuk itu, APJII merekomendasikan pemerintah untuk membekukan izin penjualan langsung (ritel) perangkat Starlink, hingga regulasi yang jelas diterapkan," imbau Arif.

APJII juga menuntut Kembali pemerintah untuk membuka diskusi Kembali dan mempertimbangkan ulang keputusan terkait lisensi Starlink dan kewibawaan perizinan dengan memperhatikan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

"APJII mengajak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang adil dan bijak demi menjaga Kesehatan industri telekomunikasi di Indonesia," tegasnya.

Terakhir, jika pemerintah tidak mampu mengatur persaingan dan menjaga kesehatan industri, APJII menuntut agar pungutan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Universal Service Obligation (USO) dihentikan.