JAKARTA - Pemerintah Malaysia, pada Selasa 9 April, mendesak operator Facebook, Meta dan layanan video pendek TikTok untuk meningkatkan pemantauan di platform mereka. Pemerintah negeri jiran itu melaporkan peningkatan tajam dalam konten media sosial yang merugikan tahun ini.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2024, pemerintah mengacu 51.638 kasus ke platform media sosial, termasuk Meta dan TikTok, untuk tindakan lebih lanjut. Angka ini meningkat dari 42.904 kasus yang tercatat sepanjang tahun lalu, demikian disampaikan oleh regulator komunikasi dan kepolisian Malaysia dalam pernyataan bersama.
Mereka tidak merinci jenis konten yang dilaporkan, namun mengatakan langkah tersebut merupakan bagian dari upaya untuk membatasi penyebaran konten berbahaya secara online, terutama yang terkait dengan ras, agama, dan kerajaan.
TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance China, dan Meta juga diminta untuk membatasi konten yang menunjukkan perilaku otentik yang terkoordinasi, atau yang terkait dengan penipuan keuangan dan perjudian online ilegal, demikian disampaikan oleh agensi tersebut.
BACA JUGA:
Isu ras dan agama sensitif di Malaysia, yang memiliki mayoritas etnis Melayu Muslim, serta minoritas etnis Tionghoa dan India yang signifikan. Negara ini juga memiliki undang-undang yang melarang komentar atau penghinaan yang bersifat provokatif terhadap monarkinya.
Malaysia telah meningkatkan pengawasan terhadap konten online dalam beberapa bulan terakhir, di mana pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim menghadapi tuduhan mundur dari janjinya untuk melindungi kebebasan berbicara. Pemerintah telah membantah tuduhan menindas pandangan yang beragam, dengan mengatakan bahwa mereka perlu melindungi pengguna dari bahaya online.
Pada catatan terpisah, Meta dan TikTok membatasi jumlah postingan dan akun media sosial terbanyak di Malaysia dalam enam bulan pertama tahun 2023, seiring dengan peningkatan permintaan pemerintah untuk menghapus konten, data yang dipublikasikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut tahun lalu menunjukkan.