Bagikan:

JAKARTA – Amerika Serikat (AS) akan mengadakan Pemilu pada 5 November mendatang. Berbeda dengan Pemilu sebelumnya, aplikasi TikTok kini banyak dimanfaatkan sebagai wadah untuk berkampanye.

Menurut ahli strategi politik, dikutip dari Reuters, peralihan media kampanye ini terjadi karena platform video pendek bisa menjangkau generasi muda. Facebook dan Instagram tidak bisa dijadikan pilihan karena Meta telah mengurangi konten politik. 

Di saat pendukung Presiden Joe Biden sedang gencar berkampanye di TikTok, DPR AS berupaya melarang TikTok beroperasi. Jika Senat menyetujui RUU larangan TikTok, aplikasi tersebut akan menghambat strategi kampanye dari pendukung Biden. 

Direktur Politik Sunrise Movement Michele Weindling mengatakan bahwa RUU Perlindungan Orang Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing akan berdampak besar bagi Pemilu. Pasalnya, jalur komunikasi dengan generasi muda akan terputus. 

“Hal ini juga akan semakin mengasingkan pemilih muda dan membuat mereka merasa kecewa (karena TikTok dilarang beroperasi),” kata Weindling. “Suatu hal yang berbahaya untuk dilakukan lebih banyak menjelang bulan November.”

Studi Pew Research Center menunjukkan bahwa 60 persen pengguna TikTok yang mengikuti konten politik merupakan pendukung atau berhaluan Partai Demokrat. Sekitar 44 persen penggunanya pun berada di rentang usia 18 hingga 29 tahun. 

Oleh karena itu, Direktur Universitas Texas Samuel Woolley memiliki pandangan yang serupa dengan Weindling. Jika TikTok dilarang, "Sebagian besar pemilih kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi ... tentang politik pada saat Pemilu."

Akun kampanye Biden, BidenHQ, memiliki lebih dari 200 ribu pengikut, sedangkan thedemocrats memiliki lebih dari setengah juta pengikut. Dengan besarnya basis pengikut akun tersebut, tak heran jika RUU larangan TikTok akan berdampak besar pada kampanye Biden.