JAKARTA - Changpeng Zhao, pendiri dan mantan CEO Binance, bursa kripto terbesar di dunia, gagal mendapatkan izin untuk bepergian ke Uni Emirat Arab (UEA) meski menawarkan jaminan berupa saham Binance bernilai miliaran dolar. Zhao, yang mengaku bersalah atas tuduhan pencucian uang di AS, bermaksud mengunjungi seseorang yang sedang sakit di UEA, tetapi permohonannya ditolak oleh hakim.
Sosok yang dikenal dengan panggilan CZ ini adalah salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia kripto. Ia mendirikan Binance pada tahun 2017 dan mengembangkannya menjadi bursa kripto terbesar di dunia berdasarkan volume perdagangan. Menurut Bloomberg Billionaires Index, kekayaan bersih Zhao diperkirakan mencapai $23 miliar (sekitar Rp 362 triliun) pada November 2023.
Kendati begitu, Zhao juga menghadapi berbagai masalah hukum di sejumlah negara, termasuk AS. Pada November 2023, Zhao mengaku bersalah di pengadilan federal Seattle atas tuduhan gagal menjalankan program anti pencucian uang yang efektif di Binance. Akhirnya, bursa tersebut setuju membayar denda sebesar $4,3 miliar (sekitar Rp 67,8 triliun) terkait kasus ini.
Kemudian Zhao mengundurkan diri dari jabatan CEO Binance. Kini posisi tersebut diisi oleh Richard Teng yang sebelumnya menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan di Otoritas Moneter Singapura (MAS) dan menempati posisi Chief Regulatory Officer di Singapore Exchange (SGX).
BACA JUGA:
Dilarang bepergian ke luar AS
Setelah mengaku bersalah, Zhao berada di bawah jaminan sebesar $175 juta (sekitar Rp 2,8 triliun) dan dilarang bepergian ke luar AS. Namun, Zhao mengajukan permohonan izin kepada Hakim Richard Jones untuk memperbolehkannya pergi ke Abu Dhabi mulai 4 Januari selama satu hingga empat minggu. Zhao mengatakan bahwa ia ingin mengunjungi seseorang yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit dan akan dioperasi. Zhao juga menawarkan saham Binance senilai miliaran dolar sebagai jaminan bahwa ia tidak akan melarikan diri.
Sayangnya, permohonan Zhao ditolak oleh hakim dengan alasan risiko tinggi melakukan penerbangan terkait kekayaan Zhao yang berjumlah besar. Hakim juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa keluarga Zhao tinggal di UEA dan ia mungkin memiliki status istimewa di sana. Hakim berpendapat Zhao tidak menunjukkan bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa ia tidak akan melarikan diri jika diizinkan kembali ke UEA.
Penolakan ini merupakan yang kedua kalinya bagi Zhao, yang permohonan sebelumnya juga ditolak pada Desember 2023. Meskipun demikian, Zhao masih dapat menghirup udara bebas tanpa jaminan, dengan syarat ia harus tetap tinggal di AS hingga vonisnya pada 23 Februari 2024 ditentukan pengadilan.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa lanskap regulasi kripto di AS masih kompleks dan bervariasi. Sementara itu, komunitas kripto terus memantau perkembangan kasus Zhao dan dampaknya terhadap industri kripto.