Bagikan:

JAKARTA - Harga Bitcoin (BTC) diketahui telah turun di bawah 27.000 (Rp424 juta) di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang konflik Israel - Palestina dan perilisan data inflasi Amerika Serikat terbaru.

Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, sejauh ini konflik tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pasar kripto. Namun, jika konflik ini semakin meningkat, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya sensitivitas harga.

"Kekhawatiran pasar global terfokus pada potensi perluasan konflik ke negara-negara penghasil minyak terdekat, sehingga membuat investor tetap waspada. Ketidakpastian ini telah mempengaruhi pasar kripto, menyebabkan penurunan karena melonjaknya harga minyak dan kekhawatiran terhadap perdagangan internasional," kata Fyqieh dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Minggu, 15 Oktober.

Namun, Fyqieh memperkirakan masih ada secercah harapan bagi Bitcoin, mengingat Bitcoin yang telah berhasil melewati guncangan geopolitik sebelumnya, seperti dampak sanksi yang dikenakan Amerika Serikat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada awal tahun 2023.

Menurutnya, dalam jangka panjang, aset kripto mungkin akan memainkan peran yang semakin penting dalam memberikan pilihan kepada investor selama masa gejolak geopolitik.

Meskipun pasar kripto dikenal karena volatilitasnya yang alami, pasar ini juga menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk pulih dengan cepat setelah periode ketidakstabilan.

Fyqieh menjelaskan bahwa struktur aset kripto yang terdesentralisasi adalah salah satu penjelasan yang mungkin atas ketahanannya.

"Kripto tidak seperti aset tradisional yang terikat pada pemerintah atau lembaga tertentu, beroperasi pada jaringan yang terdesentralisasi, menjadikannya kurang rentan terhadap dampak langsung peristiwa geopolitik,"pungkasnya.