Bagikan:

JAKARTA - Penerapan teknologi Kecerdasan Buatan (AI) dianggap berguna dalam penjelajahan luar angkasa menurut para ilmuwan, mengalahkan sensor yang sudah dimiliki pesawat antariksa.

Sejauh ini, pesawat-pesawat yang digunakan untuk menjelajahi luar angkasa memang bisa mendeteksi molekul yang mengindikasikan adanya kehidupan. Namun, molekul ini akan tergradasi hingga sulit dikenali oleh teknologi.

Space mencatat bahwa AI memiliki kemampuan mendeteksi yang berbeda. AI mampu mendeteksi perbedaan halus dalam pola molekurel, bahkan di sampel berusia ratusan juta sekalipun.

Dalam penelitian terbaru, AI tercatat memiliki akurasi hingga 90 persen. Dengan persentase ini, AI diharapkan bisa tertanam dalam sensor robot penjelajah ruang angkasa, termasuk penjelajah di bulan dan Mars.

Algoritma AI pertama kali diuji pada mesin dengan 134 sampel yang terdiri dari 59 sampel biotik dan 75 sampel abiotik. Selanjutnya, data ini dibagi secara acak menjadi set pelatihan dan pengujian.

Dari data yang dibagi, metode AI mampu mengidentifikasi sampel biotik mulai dari cangkang hingga fragmen fosil yang terbuat dari batu bara, minyak, dan ambar.

Sementara itu, sampel abiotik yang berhasil AI identifikasi adalah asam amino dan meteorit penuh karbon. Dengan kemampuan ini, AI mungkin mampu mempelajari batuan berusia 3,5 miliar tahun di wilayah Pilbara, Australia.