JAKARTA - Selain menimbulkan bahaya finansial, ternyata serangan siber yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) juga bisa menyebabkan potensi bahaya psikologis.
Baru-baru ini, Vitaly Kamluk, Kepala Pusat Penelitian untuk Asia Pasifik, Tim Penelitian dan Analisis Global (GReAT) di Kaspersky menemukan bahwa, saat penjahat siber menggunakan AI untuk meluncurkan serangan, mereka tidak merasa bertanggung jawab atas dampaknya.
Karena menurutnya, AI akan semakin mengaburkan tindakan kriminal para penjahat siber, karena bukan mereka saja yang harus disalahkan, melainkan AI.
Dampak psikologis lain dari AI yang dapat memengaruhi tim keamanan TI adalah "pendelegasian tanggung jawab". Karena, semakin banyak proses dan alat keamanan siber yang diotomatisasi ke jaringan, manusia mungkin merasa kurang bertanggung jawab jika serangan siber terjadi, terutama di lingkungan perusahaan.
Untuk itu, Kamluk membagikan beberapa pedoman untuk merangkul manfaat AI dengan aman:
Aksesibilitas: Kita harus membatasi akses anonim ke sistem cerdas nyata yang dibangun dan ditempatkan pada volume data yang sangat kaya. Kita harus menyimpan riwayat konten yang dihasilkan dan mengidentifikasi bagaimana konten yang disintesis dibuat.
Kebijakan: Uni Eropa telah memulai diskusi mengenai penandaan konten yang diproduksi dengan bantuan AI. Dengan begitu, pengguna setidaknya dapat memiliki cara cepat dan andal untuk mendeteksi citra, suara, video, atau teks yang dihasilkan AI. Akan selalu ada pelanggar, tapi mereka akan menjadi minoritas dan harus selalu lari dan bersembunyi dan dibayangi akan hukuman.
Edukasi: Hal yang paling efektif bagi semua orang adalah menciptakan kesadaran tentang cara mendeteksi konten buatan, cara memvalidasinya, dan cara melaporkan kemungkinan penyalahgunaan.
Sekolah harus mengajarkan konsep AI, perbedaannya dengan kecerdasan alami, dan seberapa dapat diandalkan atau rusaknya AI dengan segala kemungkinannya.
BACA JUGA:
“Beberapa memprediksi bahwa AI akan menjadi pusat apocalypse, yang akan menghancurkan peradaban manusia. Beberapa eksekutif tingkat C di perusahaan besar bahkan berdiri dan menyerukan perlambatan AI untuk mencegah bencana tersebut," ujar Kamluk.
Kamluk juga membenarkan bahwa munculnya AI generatif, seperti kebanyakan terobosan teknologi lainnya, AI adalah pedang bermata dua.
"Kita selalu dapat memanfaatkannya selama kita tahu cara menetapkan arahan yang aman untuk mesin pintar ini,” pungkasnya.