Palo Alto Ungkap Cara Jitu Tangkas Serangan Volt Typhoon yang Targetkan Infrastruktur Vital Asia
Ilustrasi Volt Typhoon, aktor jahat yang disponsori China. (foto: dok. pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Minggu lalu, Microsoft meluncurkan penemuan aktivitas berbahaya yang menargetkan infrastruktur vital oleh Volt Typhoon, aktor jahat yang disponsori China.

Dalam penemuannya, Microsoft menemukan peretas yang telah aktif sejak 2021 itu menggunakan serangan siber Living-Off-Lotland (LotL). Teknik ini melibatkan penyerang dengan memanfaatkan perangkat pada sistem yang telah disusupi untuk melakukan serangan.

Perangkat tersebut mencakup PowerShell, WMI, antarmuka command-line, dan file batch. Volt Typhoon diketahui menargetkan pengembangan kemampuan yang dapat mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat (AS), dan kawasan Asia.

Serangan LotL yang biasanya terdiri dari tiga fase. Pertama di tahap pengintaian, penyerang mengumpulkan informasi tentang sistem yang disusupi, termasuk arsitektur sistem, versi perangkat lunak, konfigurasi jaringan, dan hak istimewa pengguna (user privilege).

"Hal ini dapat membantu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan jalur eksploitasi yang paling berpotensi," ujar Vice President and Regional Chief Security Officer for Asia Pacific & Japan, Palo Alto Networks, Sean Duca dalam keterangan yang diterima VOI, Selasa, 30 Mei.

Kedua, Duca menjelaskan, selama fase akses awal, pelanggaran terjadi karena kerentanan pada perangkat jaringan atau aktivitas pengguna yang tidak aman, seperti mengunjungi situs web berbahaya, membuka email phishing, atau menggunakan USB yang terinfeksi. Seluruh aktivitas tersebut telah disusupi oleh skrip tanpa file (fileless script) yang berbahaya.

Ketiga, eksekusi aktivitas berbahaya melibatkan peningkatan hak istimewa, eksfiltrasi data, dan modifikasi konfigurasi sistem. Operasi ini berfokus pada taktik menghindari ‘radar’ pemindai sistem keamanan dengan baik, sehingga tujuan peretas dapat tercapai.

"Baik perusahaan, pemerintah, dan penyedia infrastruktur inti perlu merevisi strategi keamanan siber mereka untuk mengatasi ancaman yang semakin canggih, dengan mengintegrasikan pertahanan berbasis host dan jaringan," ungkap Duca.

Menurut Duca, jika hanya mengandalkan pemindaian endpoint (titik akhir) saja tetap akan membuka kesempatan bagi penyerang untuk menghindari deteksi. Namun di sisi lain, pertahanan berbasis jaringan dapat meneliti pola lalu lintas dan komunikasi yang tidak terduga.

"Maka, strategi yang paling efektif adalah dengan menggunakan pertahanan berbasis titik akhir dan jaringan secara bersamaan, menggunakan wawasan dari satu sistem untuk meningkatkan sistem lainnya dan bekerja sama untuk melindungi organisasi dengan lebih baik," jelas Duca.

Di tingkat pengguna akhir, dengan menerapkan application whitelisting (daftar putih aplikasi), pengguna dapat memastikan hanya aplikasi yang disetujui dan tepercaya yang dapat beroperasi dalam jaringan. Tindakan proaktif ini membatasi eksekusi program atau skrip yang tidak sah, mengurangi risiko serangan LOtL.

Penyerang LotL juga mengeksploitasi kerentanan yang ditemukan pada perangkat lunak versi lama untuk mendapatkan akses yang tidak terautentikasi.

"Oleh karena itu, pemindaian otomatis serta pembaruan sistem di seluruh jaringan sangatlah penting untuk meminimalisir risiko," tutur Duca.

"Selain itu, dengan menggunakan solusi manajemen akses canggih berkemampuan AI, para ahli keamanan siber dapat lebih fokus pada kecerdasan dan automatisasi sambil membiarkan solusi tersebut mengelola informasi dan kejadian, sehingga memungkinkan waktu deteksi dan respons yang sangat cepat dan hampir real-time," imbuhnya.