JAKARTA - Perusahaan Jepang ispace akhirnya mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pendaratan pada Hakuto-R Mission 1 (M1) Lunar Lander, yang jatuh ke permukaan kawah Bulan belum lama ini.
Hakuto-R M1 diluncurkan pada 11 Desember 2022, dari Cape Canaveral Space Force Station di Florida, Amerika Serikat (AS), dengan roket SpaceX Falcon 9, menandai misi perdana perusahaan Jepang tersebut.
Spesialis operasi di Pusat Kendali Misi ispace di Nihonbashi, Tokyo, berhasil menemukan alasan di balik ke gagalan itu, di mana Hakuto-R M1 salah menghitung jaraknya ke permukaan.
Pada 26 April 2023, pukul 00:40 Waktu Standar Jepang, pendarat memulai urutan penurunan dari ketinggian sekitar 100 km di atas permukaan bulan. Pada akhir urutan pendaratan yang direncanakan, ia mendekati permukaan bulan dengan kecepatan kurang dari 1 m/s.
Operasi tersebut dipastikan berjalan sesuai dengan ekspektasi hingga sekitar pukul 01.43, yang merupakan waktu pendaratan yang dijadwalkan. Selama periode penurunan, perilaku tak terduga terjadi dengan pengukuran ketinggian Hakuto-R M1.
Pendarat memperkirakan ketinggiannya sendiri nol, atau sudah di permukaan bulan, tetapi ternyata ia masih berada di ketinggian sekitar 5 km di atas permukaan bulan.
Setelah mencapai waktu pendaratan yang dijadwalkan, Hakuto-R M1 terus turun dengan kecepatan rendah hingga sistem propulsi kehabisan bahan bakar. Pada saat itu, pendaratan masih terkontrol dari pendarat berhenti, tetapi kemudian ia jatuh bebas ke permukaan Bulan.
Alasannya, kemungkinan karena perangkat lunak tidak berfungsi seperti yang diharapkan. Berdasarkan tinjauan data penerbangan, saat Hakuto-R M1 sedang menavigasi ke lokasi pendaratan yang direncanakan, ketinggian yang diukur oleh sensor onboard meningkat tajam ketika melewati tebing besar dengan ketinggian sekitar 3 km di permukaan bulan, yang ditentukan sebagai tepi kawah.
“Sekarang, kami telah dapat mengidentifikasi masalah selama pendaratan dan memiliki gambaran yang sangat jelas tentang bagaimana meningkatkan misi masa depan kami," ujar Pendiri dan CEO ispace, Takeshi Hakamada dalam pernyataan resminya, dikutip Senin, 29 Mei.
"Meskipun sangat disayangkan bahwa kami tidak dapat sepenuhnya memenuhi harapan semua pemangku kepentingan kami, termasuk pelanggan kami, kami semua di ispace bangga dengan apa yang telah kami capai di Misi 1 dan sangat positif tentang apa yang dapat kami capai," imbuhnya.
Lebih lanjut, perangkat lunak onboard keliru penyebab ketidaksesuaian ini adalah nilai abnormal yang dilaporkan oleh sensor, dan setelah itu data ketinggian yang diukur sensor dicegat.
Salah satu faktor utama penyebab masalah desain ini adalah keputusan untuk memodifikasi lokasi pendaratan setelah tinjauan desain kritis diselesaikan pada Februari 2021. Modifikasi itu memengaruhi rencana verifikasi dan validasi meskipun banyak simulasi pendaratan dilakukan sebelum pendaratan.
Melihat insiden ini, ispace lalu mempertimbangkan modifikasi dalam analisis keseluruhannya terkait penyelesaian misi yang berhasil.
Seluruh informasi itu akan dimasukkan ke dalam desain perangkat lunak, serta pemutakhiran dan perluasan ruang lingkup simulasi persiapan urutan pendaratan untuk misi perusahaan di masa depan, termasuk Misi 2 dan Misi 3, untuk meningkatkan akurasi urutan pendaratan.
“Kami sudah mulai mengerjakan Misi 2 dan Misi 3. Kami siap menghadapi tantangan dan melakukan segala upaya untuk menjadi lebih baik. Kami akan memastikan bahwa pengetahuan berharga yang diperoleh dari Misi 1 akan membawa kami ke tahap evolusi berikutnya," jelas Hakamada.
Misi selanjutnya sedang dalam pengembangan dengan peluncuran diharapkan pada 2024 dan 2025. ispace juga telah meluncurkan konsep bisnis data bulan untuk mendukung pelanggan baru sebagai pintu gerbang untuk melakukan bisnis di Bulan.