Bagikan:

JAKARTA - TikTok sedang menjadi perbincangan hangat di jagat maya, karena sejumlah negara barat dan sekutunya mulai memberlakukan larangan penggunaan aplikasi sejak akhir tahun lalu. Alasannya, seputar keamanan nasional.

Larangan itu, sebagian besar hanya berlaku untuk perangkat pemerintah dan jaringan sekolah atau universitas.

Sejauh ini, beberapa negara yang telah melarang TikTok meliputi Amerika Serikat (AS), Eropa, Inggris, Selandia Baru, Kanada dan lainnya. Namun, hal ini tidak atau belum berlaku untuk di Indonesia.

Pakar Digital dan Pengamat Media Sosial, Anthony Leong melihat fenomena tersebut justru sebagai hal yang positif, dan Indonesia sendiri tidak perlu mengambil langkah serupa.

"Saya rasa, kita tidak perlu mengambil langkah serupa. Karena memang kita tidak ada larangan untuk mem-banned semua aplikasi luar ya. Saya rasa TikTok suatu hal yang positif saja untuk pengusaha-pengusaha di Indonesia," ujar Leong saat dihubungi VOI, Rabu, 29 Maret.

Leong menduga, pelarangan TikTok ini merupakan suatu strategi dalam meredakan persaingan. Jangan sampai, dikatakan Leong, Indonesia mengikuti jejak Negara Barat dan sekutu untuk memblokir TikTok.

"Saya rasa ada agenda-agenda lain yang memang persaingan antar negara di mana AS dan China ini masing-masing ingin platform mereka dipakai dan sebagainya," tegas Leong.

Sebab, menurut Leong, TikTok di Indonesia tumbuh menjadi aset yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pelaku bisnis untuk mengembangkan usaha mereka.

"(Mereka seharusnya) turut memanfaatkan teknologi aplikasi sosial media ini untuk membangun networking, berjualan, usaha dan sebagainya," kata Leong.

Di samping itu, dia juga melihat beberapa fitur seperti TikTok Shop menjadi salah satu wadah yang memudahkan pengguna berbelanja.

"Memang sekarang menjadi suatu fenomena yang saya rasa positif dan memberikan nilai tambah untuk bisnis-bisnis kita yang ada di Indonesia, startup-startup kita yang di Indonesia," ucap Leong.

Lebih lanjut, dengan pertumbuhan pengguna TikTok di Indonesia yang cukup baik, dia berharap aplikasi besutan ByteDance yang berbasis di China itu bisa dipercaya dalam menjaga privasi penggunanya.

"Pengguna dan kita harapkan terus dorong bagaimana aplikasi-aplikasi yang ada ini turut menjaga privasi, menjaga sistem data yang terintegrasi ini. Jangan sampai bocor dan menjaga database pengguna dan sebagainya," tutur Leong.

"Kita harapkan bagaimana mereka juga menjaga kita sebagai pengguna. Tapi, saya rasa fenomena ini harus ditangkap sebagai suatu hal yang positif," imbuhnya.