Perempuan di Industri Web3, Apa Saja Tantangan yang Dihadapi?
Tantangan perempuan di industri web3 (foto: dok. Diskominfo Lebak)

Bagikan:

JAKARTA - Perempuan di dalam perusahaan web3 kerap kali menghadapi beberapa tantangan unik, mulai dari kurangnya keragaman dalam industri hingga bias gender.

Studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) dan People of Crypto Lab mengungkapkan bahwa sebanyak 13 persen startup web3 menyertakan pendiri perempuan, dan hanya 3 persen perusahaan di antaranya yang memiliki tim khusus perempuan. 

Sementara itu, pangsa perempuan yang memiliki peran dalam bidang non teknis di perusahaan web3 juga lebih tinggi, yaitu sekitar 27 persen. Hal ini yang kemudian menjadi tantangan bagi Juliana yang bekerja di bidang teknis sebagai IT Project Manager di Tokocrypto.

"Satu hal yang menjadi tantangan selama berkarier di Tokocrypto itu waktu masuk membuat project NFT platform. Jadi benar di awal itu bingung, web3 ini apa? Terus dibuat platform NFT, jadi banyak pertanyaan in my mind. Terus semakin menyelami, semakin seru," kata Juliana Soetjahja, IT Project Manager of Tokocrypto dalam talkshow "How Women Make the Leap into Web3" beberapa waktu lalu. 

Meski demikian, Juliana mengatakan bahwa adanya dua aspek penting, seperti teamwork dan environment team (Tokocrypto) bisa sangat mendukung pemberdayaan perempuan di industri web3. 

Dobrak Stigma

Saat web3 terus berkembang, stigma terhadap perempuan di industri teknologi mengalami perubahan. Founder and CEO of Back2our, Mutia Rachmi menyarankan perempuan yang ingin serius untuk mendalami dunia web3 untuk mengubah pola pikir atau mindset yang membuat diri takut untuk berkembang.

"Kita harus tahu dulu kekuatan kita. kalau kita terjebak dalam stigma, bahwa perempuan tidak cocok masuk ke tech industry. Jika kita bisa, mungkin barrier akan lebih mudah untuk menjadi bagian industri ini," jelas Mutia.

Terkait