Bagikan:

JAKARTA - Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mengungkapkan terdapat tiga tantangan yang dihadapi industri penerbangan di Indonesia saat ini.

Salah satunya adalah perbaikan tarif pesawat.

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengungkapkan, tiga tantangan tersebut perlu mendapatkan perhatian serius seluruh stakeholder penerbangan.

Pasalnya, sambung Denon,cepat atau lambatnya pemulihan bisnis penerbangan nasional bergantung pada bagaimana stakeholder penerbangan nasional menyikapi tantangan-tantangan tersebut.

“Tiga tantangan yang dihadapi, pertama terkait sistem importasi suku cadang (spareparts) pesawat, kedua harga bahan bakar avtur yang cenderung naik, dan ketiga perbaikan tarif penerbangan,” katanya di Park Hyatt, Jakarta, Kamis, 2 November.

Denon mengatakan, bisnis penerbangan nasional pada tahun 2023 ini memang telah mengalami pemulihan pasca krisis akibat pandemi COVID-19.

Lalu lintas penumpang domestik pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 74,7 juta atau 94 persen dari tahun 2019 dan lalu lintas penumpang internasional berjumlah 28 juta atau 75 persen dari tahun 2019.

Menurut Denon, jumlah permintaan jasa penerbangan saat ini juga cenderung naik, namun jumlah pesawat yang beroperasi justru turun.

Hal ini karena proses importasi spareparts pesawat yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.

Lebih lanjut, Denon mengatakan, kondisi tersebut mengakibatkan banyak pesawat yang perlu waktu lama dirawat di MRO dan tidak bisa segera dioperasikan.

“Selain itu, harga avtur yang cenderung naik karena kondisi sosial politik global seperti perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Palestina juga mempengaruhi biaya operasional penerbangan,” tuturnya.

Kata Denon, biaya avtur mencapai 36 persen dari total biaya operasi penerbangan atau total operating cost (TOC) sehingga naik turunnya harga avtur berpengaruh pada total TOC.

“Terkait bahan bakar pesawat, selain memperbaiki harga avtur, juga perlu dipikirkan mengenai penggunaan bahan bakar berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) di operasional pesawat,” jelasnya.

Sedangkan, sambung dia, perbaikan tarif penerbangan perlu segera dilakukan karena tarif yang berlaku sekarang ditetapkan pemerintah pada tahun 2019, di mana kondisi saat itu sudah berbeda dengan saat ini terutama dari sisi harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

“Selama tahun 2023 INACA telah melakukan advokasi dan kegiatan lain untuk turut menyelesaikan tantangan tersebut dalam rangka mempercepat momentum pemulihan bisnis penerbangan nasional,” ucapnya.

“Kami telah bekerja sama dengan stakeholder lain baik di dalam maupun luar negeri seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan, dan kementerian lain, juga pabrikan pesawat Boeing, Airbus, Embraer, Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA) dan yang lainnya,” lanjutnya.

Denon mengatakan INACA berharap pemulihan bisnis penerbangan nasional dapat dipercepat dengan meningkatkan kerjasama yang erat antar-stakeholder untuk menyelesaikan tantangan-tantangan yang saat ini sedang dihadapi.