<i>Ngekor</i> AS dan Inggris, Selandia Baru Larang TikTok di Perangkat Pemerintah
Ilustrasi Foto / dok. TikTok

Bagikan:

JAKARTA - Selandia Baru menjadi yang terbaru melarang TikTok di perangkat pemerintah, mengikuti jejak Belgia, Inggris dan Amerika Serikat (AS). Sekali lagi, hal ini karena masalah keamanan aplikasi tersebut.

Pemerintah Selandia Baru khawatir atas izin yang diminta TikTok untuk mengakses data guna keperluan aplikasi. Dan, mereka mewaspadai data sensitif yang dapat dikumpulkan platform tersebut untuk digunakan oleh pemerintah China.

Negara itu, sekarang berusaha untuk melarang TikTok di semua perangkat pemerintah pada akses ke jaringan parlemennya mulai akhir bulan ini.

Jika ada pegawai dalam pemerintahan yang ingin menggunakan TikTok untuk alasan promosi apa pun atau menjangkau warga, maka mereka perlu membuat pengaturan khusus.

“Layanan telah menentukan bahwa risikonya tidak dapat diterima. dalam lingkungan parlemen Selandia Baru saat ini," ungkap pemerintah Selandia Baru dalam pengumunannya, dikutip dari The Guardian, Sabtu, 17 Maret.

“Keputusan untuk memblokir aplikasi TikTok dibuat berdasarkan analisis kami sendiri dan mengikuti diskusi dengan rekan-rekan kami di seluruh pemerintahan dan internasional,” imbuhnya.

Sebelumnya diwartakan, keputusan pemerintah Selandia Baru mengikuti langkah serupa oleh negara Barat lainnya. Pemerintah Inggris belum lama ini juga mengumumkan TikTok akan dilarang dari ponsel menteri dan pegawai negeri. Begitu juga dengan AS, Kanada, dan Komisi Eropa sudah memiliki larangan yang sama.

TikTok sendiri dimiliki oleh perusahaan ByteDance yang berbasis di China, dan kekhawatiran seputar keamanannya berpusat pada apakah negara itu dapat mengakses data yang direkam oleh miliaran pengguna aplikasi, atau memanipulasi algoritme untuk mendorong konten pro-China.

Namun, TikTok membantah data atau algoritmenya dapat diakses dan dimanipulasi oleh pemerintah China, dengan mengatakan belum dimintai data, dan akan menolak permintaan apa pun di masa mendatang.

Awal pekan ini, pemerintahan Presiden AS Joe Biden memberi tahu ByteDance untuk melepaskan saham mereka di aplikasi tersebut jika tidak, AS dapat melarangnya sama sekali.

Diketahui, para pendiri platform memiliki 20 persen saham, karyawan memiliki 20 persen lagi dan komunitas investasi global memiliki 60 persen saham. Sementara itu, TikTok mengatakan telah menghabiskan 1,5 miliar dolar AS setara Rp23 triliun untuk keamanan data dan menolak aplikasi tersebut berbahaya bagi pejabat pemerintah.