JAKARTA - Pencuri dunia maya sedang gencar-gencarnya menargetkan perusahaan di Asia Tenggara (SEA) sebagai korban serangan ransomware.
Ransomware sendiri merupakan jenis malware yang mengunci komputer dan perangkat seluler seseorang atau mengenkripsi file elektronik seseorang. Untuk mendapatkan kunci "dekripsi" atau untuk mendapatkan kembali data Anda, uang tebusan diperlukan oleh para penjahat dunia maya di balik sebagai timbal balik.
Perusahaan keamanan siber global, Kaspersky memperkirakan tren tersebut akan berlanjut di tahun 2023 dan seterusnya, atau bahkan dengan cara yang lebih canggih dan tepat sasaran dari sebelumnya.
Kaspersky mencatat bahwa ransomware telah berkembang pesat sejak serangannya pertama kali dilakukan pada tahun 1989. Pada Mei 2017 terdapat ransomware Wannacry, sebuah insiden berdampak tinggi yang menimbulkan kerugian sekitar 4 miliar dolar AS setelahnya.
Karena sifat pengembalian investasinya yang tinggi, grup ransomware terus menyerang perusahaan secara global, termasuk bisnis di Asia Tenggara.
Statistik baru dari Kaspersky mengungkapkan bahwa terdapat total 304.904 serangan ransomware yang mengincar bisnis di Asia Tenggara yang berhasil diblokir oleh solusi B2B Kaspersky tahun lalu.
SEE ALSO:
Indonesia menjadi negara pertama dengan jumlah insiden tertinggi yang digagalkan oleh solusi Kaspersky B2B (131.779). Kemudian diikuti oleh Thailand (82.438), dan Vietnam (57.389). Sedangkan Filipina mencatat total 21.076 serangan, Malaysia dengan 11.750 serangan dan Singapura 472.
Telemetri Kaspersky juga mengungkapkan bahwa jenis ransomware yang paling umum menargetkan bisnis di Indonesia adalah:
- Trojan-Ransom.Win32.Wanna
- Trojan-Ransom.Win32.Agent
- Trojan-Ransom.Win32.Stop
- Trojan-Ransom.Win32.Gen
- Trojan-Ransom.Win64.Zikma
“Salah satu studi baru kami telah mengkonfirmasi bahwa tiga dari lima bisnis di Asia Tenggara telah menjadi korban serangan ransomware. Beberapa pernah, tetapi setengahnya telah menjadi mangsa berkali-kali," kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara pada Selasa, 21 Februari di Jakarta.
Data tahun 2022 Kaspersky juga mengungkapkan bahwa ancaman ini akan terus menjadi ancaman bagi perusahaan di Asia Tenggara, karena terbukti sangat menguntungkan bagi pelaku.
"Karena beberapa eksekutif bisnis menganggap ransomware hanya dilebih-lebihkan oleh media, dan tim keamanan perusahaan yang benar-benar kewalahan dan kekurangan tenaga ahli untuk mendeteksi dan menanggapinya,” tambah Yeo.