Bagikan:

JAKARTA - Salah satu perusahaan riset konsumen dunia Canalys merilis laporan menyoal jumlah pangsa pasar ponsel pintar pada kuartal keempat (Q4) 2022 di Oktober hingga Desember, serta kinerja para vendor selama setahun penuh.

Laporan itu menyatakan, pengiriman ponsel cerdas di seluruh dunia turun 17 persen Year-on-Year (YoY) di Q4 2022. Mengakibatkan pengiriman setahun penuh 2022 turun 11 persen menjadi kurang dari 1,2 miliar, membuatnya sebagai tahun yang sangat menantang bagi semua vendor.

Namun, kabar baik masih menyelimuti Apple yang merebut kembali posisi teratas di Q4 dan mencapai pangsa pasar kuartalan tertinggi sebesar 25 persen berkat peluncuran iPhone terbaru, meskipun menghadapi permintaan yang menyusut dan masalah manufaktur di Zhengzhou, China.

Sementara Samsung, berada di posisi kedua dengan pangsa pasar 20 persen. Xiaomi mempertahankan tempat ketiga meskipun pangsanya turun menjadi 11 persen di Q4, sebagian besar karena tantangan di India.

Kemudian merek asal China, OPPO dan Vivo melengkapi lima besar, masing-masing mengambil 10 persen dan 8 persen pangsa pasar.

“Vendor ponsel cerdas telah berjuang dalam lingkungan ekonomi makro yang sulit sepanjang 2022. Q4 menandai kinerja tahunan dan Q4 terburuk dalam satu dekade,” ungkap Analis Riset Canalys Runar Bjørhovde dalam keterangan yang dikutip, Jumat, 20 Januari.

Dibandingkan dengan Q4 2021, Apple mengalami pertumbuhan pasar 2 persen, Samsung dan Oppo 1 persen, Vivo masih memiliki angka yang sama, tetapi Xiaomi turun 2 persen akibat tantangan di India.

Lebih lanjut, laporan sepanjang 2021 menyatakan Samsung memimpin pasar dengan 22 persen, Apple 19 persen, dan Xiaomi di posisi ketiga 13 persen.

Untuk itu, Canalys memperkirakan pertumbuhan rata-rata hingga marjinal untuk pasar ponsel cerdas pada 2023, dengan kondisi yang diperkirakan akan tetap sulit.

“Vendor akan mendekati 2023 dengan hati-hati, memprioritaskan profitabilitas dan melindungi pangsa pasar,” jelas Analis Riset Canalys Le Xuan Chiew.

“Vendor memotong biaya untuk beradaptasi dengan realitas pasar baru. Membangun kemitraan yang kuat dengan saluran akan menjadi penting untuk melindungi pangsa pasar karena kondisi pasar yang sulit bagi mitra saluran dan vendor dapat dengan mudah mengarah pada negosiasi yang berat," imbuhnya.

Dikatakan Chiew, meski tekanan inflasi secara bertahap akan mereda, efek dari kenaikan suku bunga, perlambatan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang semakin sulit akan membatasi potensi pasar.

"Ini akan berdampak buruk pada pasar yang jenuh, didominasi menengah ke atas, seperti Eropa Barat dan Amerika Utara. Sementara pembukaan kembali China akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan bisnis domestik, rangsangan pemerintah hanya akan menunjukkan efek dalam enam sampai sembilan bulan dan permintaan di China akan tetap menantang dalam jangka pendek," tutur Chiew.

Tetapi Chiew menerangkan, beberapa kawasan kemungkinan akan tumbuh pada paruh kedua 2023, dengan Asia Tenggara khususnya diperkirakan bakal mengalami pemulihan ekonomi dan kebangkitan pariwisata di China yang membantu mendorong aktivitas bisnis.