Badan Antimonopoli India Denda Google karena Perilaku Antipersaingan dalam Sistem Pembayaran
Google kembali didenda otoritas India. (foto: dok. pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Google Alphabet Inc tidak boleh membatasi pengembang aplikasi menggunakan penagihan pihak ketiga atau layanan pemrosesan pembayaran di India. Hal ini dikatakan oleh Badan Antimonopoli India pada Selasa, 25 Oktober setelah mendenda raksasa teknologi asal AS itu sebesar 113 juta dolar AS (Rp 1,7 triliun) untuk praktik anti-persaingan.

Komisi Persaingan India (CCI) mengatakan Google  menggunakan "posisi dominan" guna memaksa pengembang aplikasi untuk menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasi, sementara menjual barang digital dalam aplikasi adalah sarana utama bagi pengembang untuk memonetisasi pekerjaan mereka.

Langkah CCI adalah pukulan terbaru untuk Google di salah satu pasar prioritasnya, di mana sebelumnya mereka juga bakal didenda 162 juta dolar AS lagi oleh pengawas pada Kamis, 20 Oktober  untuk praktik anti persaingan terkait dengan sistem operasi Android-nya. India meminta Google untuk mengubah pendekatannya terhadap platform Android-nya.

Menurut Counterpoint Research, sistem operasi Google, Android, juga  memberi daya pada 97% dari 600 juta smartphone India.

Google tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters atas denda itu. Raksasa teknologi asal AS ini dapat mengajukan banding atas keputusan tersebut di pengadilan India.

Perintah CCI di 199 halaman menyebutkan selain denda, Google juga diminta untuk mengadopsi 8 solusi atau penyesuaian operasi dalam waktu tiga bulan, termasuk tidak membatasi "pengembang aplikasi menggunakan layanan pemrosesan pembayaran/pembayaran pihak ketiga, baik untuk pembelian dalam aplikasi atau untuk membeli aplikasi".

CCI juga memerintahkan Google harus memastikan transparansi lengkap dalam berkomunikasi dengan pengembang aplikasi dan detail tentang biaya layanan yang dibebankan.

Perintah itu akan sangat melegakan bagi perusahaan rintisan India dan perusahaan kecil yang telah lama keberatan dengan kebijakan Google yang memaksakan penggunaan sistem pembayarannya sendiri pada pengembang aplikasi.

 Investigasi terhadap ekosistem pembayaran Google dimulai pada tahun 2020, setelah kasus antimonopoli diajukan terhadap Google. Pengawas merahasiakan identitas pelapor atas permintaannya.

Naval Chopra, mitra antimonopoli di firma hukum Shardul Amarchand India yang mewakili pengadu itu, mengatakan kepada Reuters, Selasa lalu bahwa perintah CCI akan membantu memastikan persaingan yang sehat dan mengurangi biaya bagi pengembang aplikasi.

"Perintah CCI yang mengarahkan Google untuk mengizinkan sistem pemrosesan pembayaran alternatif akan menghilangkan penghalang buatan yang telah didirikan Google," kata Chopra, yang menolak untuk mengungkapkan nama pelapor yang dia wakili kasusnya.

Raksasa mesin pencari itu juga menghadapi penyelidikan terpisah terkait perilaku bisnisnya di pasar TV pintar India.

Google menyebut langkah CCI Kamis lalu sebagai "kemunduran besar bagi konsumen dan bisnis India", dan menambahkannya akan meninjau pesanan dan memutuskan langkah selanjutnya.

Google telah menghadapi kritik secara global, termasuk di Korea Selatan dan di Indonesia, karena mengamanatkan pengembang perangkat lunak yang menggunakan toko aplikasinya untuk menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasi berpemilik yang membebankan komisi hingga 30% untuk pembelian yang dilakukan dalam aplikasi. Akhir-akhir ini, Google mulai mengizinkan sistem pembayaran alternatif di lebih banyak negara.