JAKARTA - Teknologi deepfake ternyata kurang diminati oleh para scammer, sebab saat melakukan penipuan atau phising dalam skala besar bisa menggunakan metode lain yang lebih efisien untuk mengelabui korban agar memberikan informasi pribadi.
Pernyataan itu disampaikan oleh peneliti senior untuk perusahaan keamanan siber Sophos. Berbicara kepada The Register, Shier menyatakan deepfake tidak begitu populer di kalangan scammer, karena korban akan menyerahkan informasi pribadi secara sukarela jika bertanya secara baik-baik.
Deepfake sendiri merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video yang tampak otentik atau meyakinkan.
Menurut Shier, deepfake mungkin berlebihan untuk beberapa jenis penipuan, tetapi tidak menutup kemungkinan scammer menggunakan teknologi tersebut.
Seperti penipuan asmara, di mana scammer menjadi dekat dengan korban di dunia maya dan meyakinkannya untuk membuat mereka mengirim uang. Scammer di sini berperan sebagai sosok orang lain yang merayu korban.
BACA JUGA:
Melansir TechRadar, Selasa, 18 Oktober, sebelumnya juga pada 2018, deepfake digunakan untuk mencuri identitas mantan Presiden AS Barack Obama dan menyebarkan hoax di internet.
Shier percaya bahwa ia tidak melihat dampak maksimal pada deepfake terhadap penipuan yang direkayasa secara sosial di masa mendatang. Namun, Shier meminta harus tetap waspada karena deepfake bisa saja digunakan dalam kejahatan terorganisir.
"Pakar AI membuatnya terdengar seperti masih beberapa tahun lagi dari dampak besar. Di antaranya, kita akan melihat kelompok kejahatan yang memiliki sumber daya yang baik melakukan kompromi tingkat berikutnya untuk mengelabui orang agar mengirimkan dana ke rekening," tutur Shier.