JAKARTA – Perusahaan pembayaran lintas batas dan solusi blockchain, Ripple mengumumkan peningkatan pendapatan dan sejumlah kemitraan strategis perusahaan selama kuartal kedua tahun ini. Ripple berhasil menjalin strategis dan memperluas penggunaan On-Demand Liquidity (ODL).
Tidak berhenti di situ saja, Ripple juga berhasil menjual mata uang kripto XRP senilai 408,9 juta dolar AS (sekitar Rp6 triliun-an). Penjualan ini meningkat dibandingkan pada kuartal pertama tahun 2022 yang hanya berhasil menjual XRP senilai 273,27 dolar AS (stara Rp4 triliun).
Ini merupakan capaian positif yang diraih Ripple selama market kripto terguncang di masa bear market. Sebagaimana diketahui, dalam beberapa bulan terakhir sejumlah perusahaan di industri cryptocurrency mengalami ketidakpastian. Bahkan sejumlah perdagangan kripto terpaksa harus melakukan pemangkasan karyawan seperti yang dilakukan Gemini, Coinbase, Crypto.com, ByBit dan lainnya.
Kolapsnya Terra Luna menandai berlangsungnya bear market dalam beberapa bulan terakhir. Sejumlah perusahaan terkait seperti Three Arrows Capital mengalami kebangkrutan. Di sisi lain, perusahaan peminjaman kripto seperti Voyager, Celsius, dan BlockFi mengalami keruntuhan.
BACA JUGA:
Terlepas dari market kripto yang bergejolak dan dampaknya bagi industri kripto, kinerja Ripple pada kuartal kedua tahun 2022 ini terbilang berhasil. Pada bulan Mei, Ripple berhasil menjalin kemitraan dengan perusahaan terkemukan Lithuania, FINCI. Kerjasama tersebut ditujukan untuk menyediakan pengiriman uang ritel dan penyelesaian business-to-business (B2B) melalui On-Demand Liquidity (ODL).
Beberapa pekan lalu, perusahaan yang dipimpin oleh Brad Garlinghouse itu juga berhasil menjalin kesepakatan bersama perusahaan fintech asal Singapura, FOMO Pay, yang akan memanfaatkan teknologi ODL Ripple untuk pembayaran lintas batas berbiaya rendah dan cepat dalam dua mata uang fiat terkemuka: dolar (USD) dan euro (EUR).
Kendati begitu, permasalahan perusahaan dengan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) masih berlangsung. Perseteruan di meja hijau telah memakan waktu lebih dari setahun, dimulai sejak akhir tahun 2020 lalu. Namun, para pejabat Ripple optimis bahwa pihaknya punya alasan yang kuat untuk menang yakni fakta.