Bagikan:

JAKARTA - Sejak Rusia memutuskan untuk menginvasi Ukraina beberapa waktu lalu, YouTube telah melakukan tindakan bersih-bersih terhadap 70.000 video dan 9.000 saluran di platformnya.

Langkah YouTube ini berdasarkan adanya video serta saluran terkait dengan perang di Ukraina yang melanggar pedoman konten perusahaan, termasuk adanya video yang menyebut invasi sebagai misi pembebasan.

Perusahaan mengatakan mereka telah menghapus banyak video karena melanggar kebijakan utama tentang peristiwa kekerasan, yang melarang konten kreator untuk menyangkal atau meremehkan peristiwa seperti invasi.

Meski demikian, YouTube tidak merinci tindakan penegakan tersebut, termasuk satu yang terkait dengan jurnalis pro-Kremlin, Vladimir Solovyov.

“Kami memiliki kebijakan peristiwa kekerasan besar dan itu berlaku untuk hal-hal seperti penolakan peristiwa kekerasan besar, mulai dari Holocaust hingga Sandy Hook. Dan tentu saja, apa yang terjadi di Ukraina adalah peristiwa kekerasan besar,” ungkap kepala produk YouTube, Neal Mohan kepada The Guardian yang dikutip dari Engadget, Senin, 23 Mei.

“Jadi kami telah menggunakan kebijakan itu untuk mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya," imbuhnya.

Sebagian akibat dari tindakannya, YouTube telah melihat peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang di Ukraina, Polandia, dan Rusia yang mengonsumsi konten otoritatif dalam konflik tersebut. Di Ukraina misalnya, konten berita tentang invasi telah ditonton lebih dari 40 juta kali.

“Tanggung jawab pertama dan mungkin yang paling penting adalah memastikan bahwa orang yang mencari informasi tentang acara ini dapat memperoleh informasi yang akurat, berkualitas tinggi, dan kredibel di YouTube,” kata Mohan.

Tentu saja langkah ini akan menjadi citra positif bagi YouTube, dimana mereka berperan penting dalam mencegah penyebaran informasi yang salah secara online.

Di Rusia saja, YouTube memiliki lebih dari 90 juta pengguna, menjadikannya platform berbagi video tunggal terbesar di negara itu. Tindakan perusahaan terhadap jaringan yang disponsori Rusia seperti RT dan Sputnik memiliki dampak dramatis pada kemampuan organisasi tersebut untuk menyebarkan pesan Kremlin.