JAKARTA – Meledaknya metaverse dalam beberapa bulan terakhir telah mendorong berbagai perusahaan untuk mengembangkan berbagai perangkat untuk menopang keberlangsungan di dunia virtual. Salah satu perusahaan teknologi asal Jepang, H2L, baru-baru ini mengembangkan perangkat yang bisa membuat pengguna metaverse merasakan sakit seperti di dunia nyata.
Itu artinya pengguna yang bersentuhan di dunia virtual akan merasakn sentuhan serupa dengan di dunia nyata. Begitu pula jika pengguna mendapat tamparan dari orang lain di metaverse. Selain itu pengguna juga bakal bisa merasakan cengkeraman cakar burung ketika burung virtual sedang bertengger di jari atau lengan seseorang.
H2L merupakan perusahaan yang fokus pada pengembangan perangkat Virtual Reality (VR) dan Bodysharing. Perusahaan tersebut berhasil mengembangkan teknologi pertama yang bisa memberikan rasa sakit secara fisik di metaverse.
H2L technology conveys weight and resistance feeling to users and avatars on the Metaverse, not only pain. Please read also her interview.
H2L teknolojisi, Metaverse'deki kullanıcılara ve avatarlara sadece acıyı değil, ağırlık ve direnç hissini iletir.@SugiuraEri @FT https://t.co/E3IkPT9oMX
— h2linc (@h2linc) March 21, 2022
Perusahaan memiliki produk Bodysharing berupa ban lengan yang mampu mengidentifikasi pergerakn otot manusia. Ini memungkinkan avatar pengguna memiliki kemampuan untuk meniru gerakan tubuh dan merasakan sentuhan orang maupun benda di sekitarnya, sebagaimana dilansir dari Dailycoin.
Ban lengan tersebut memanfaatkan stimulasi listrik untuk mengontrol otot lengan, ini memungkinkan pengguna untuk merasakan sensasi di sekitar avatar.
“Teknologi H2L menyampaikan perasaan berat dan resistensi kepada pengguna dan avatar di Metaverse, tidak hanya rasa sakit,” tulis perusahaan melalui postingan media sosial Twitter.
BACA JUGA:
CEO dan pendiri H2L Emi Tamaki menyatakan bahwa kemampuan untuk merasakan sakit dapat mengubah suasana di dunia metaverse seperti di dunia nyata.
“Merasa sakit memungkinkan kita untuk mengubah dunia metaverse menjadi [dunia] nyata, dengan peningkatan perasaan kehadiran dan imersi,” kata Emi Tamaki seperti yang dilansir dari Financial Times.
Founder H2L itu fokus pada pengembangan teknologi haptic dan berhasil mendapat gelar Ph.D di jurusan teknik Universitas Tokyo. Sebagai informasi, Tamaki sempat mengalami penyakit jantung bawaan di masa remaja. Keadaan ini mendorongnya untuk memperdalam kemampuan teknologi haptic dengan tujuan menghubungkan pengalaman fisik seseorang dengan komputer.
“Saya menyadari hidup itu berharga, jadi saya memutuskan untuk bekerja di bidang baru yang benar-benar ingin saya gali, karena tidak ada orang yang melakukan penelitian saat itu,” ungkapnya.
Setelah itu dia mendirikan startup H2L. Saat in perusahaan teknologi tersebut bernilai 42 juta dolar AS (Rp602,9 miliar) dan berhasil mngumpulkan pendanaan sebesar 8,4 juta dolar AS (sekitar Rp120 miliar) yang bakal digunakan untuk pengembangan produk perusahaan.
H2L berencana go public dengan meluncurkan penawaran umum perdana (IPO) yang diprediksi bakal tembus 168 juta dolar AS (Rp2,4 triliun) dalam 5 tahun ke depan.
Kehadiran H2L kemungkinan bakal memberikan dampak besar bagi perkembangan metaverse itu sendiri. Perusahaan mampu menghubungkan perasaan rasa sakit ke komputer akan memberikan efek luar biasa bagi penikmat dunia virtual di masa depan.