Bagikan:

JAKARTA - Penyalahgunaan media sosial kini makin sering terjadi. Jumlah kasus perundungan siber terus bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah pengguna internet dan arus informasi di media sosial. Ini menjadi perhatian Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Kemkominfo, Bambang Gunawan

Saat membuka Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Sadar Hukum dan HAM: Perundungan Siber dan Etika Siber” pada Senin, 21 Februari, ia menegaskan bahwa salah satu tantangan terbesar generasi muda ketika bergaul di dunia maya perilaku perundungan siber atau cyberbullying.

Keriuhan informasi yang disertai dengan konten negatif dan hoaks juga menjadi tantangan lain di dalam dunia digital saat ini. “Literasi digital yang kuat yang dimiliki masyarakat menjadi modal utama dalam menangkal konten negatif dan informasi hoaks yang masih beredar”, kata Bambang, dalam rilis yang diterima VOI.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, juga menambahkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi perlu adanya pengaturan.

“Kalau kita melihat Kovenan Internasional Hak Sipil Politik yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, ada dua pembatasan utama. Pertama, tidak merendahkan harkat dan martabat orang lain. Kedua, tidak membahayakan keamanan nasional,” ucap Beka.

Selain dua pembatasan itu ada pula mekanismenya, seperti pembatasan kebebasan berpendapat itu harus diatur oleh hukum yang diperlukan dalam masyarakat demokratis. “Semua ini untuk mengimplementasikan tentang menghormati hak orang lain,” tambah Beka.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Nyarwi Ahmad, dalam menggunakan media sosial harus diperhatikan beberapa hal. Bukan hanya sekadar kemampuan berkomunikasi di public, namun juga pengguna perlu mengerti prinsip-prinsip berkomunikasi di ruang publik, norma dan etika. Apa saja dan mana saja yang bisa dan pantas dilakukan dan sebagainya.

“Itu semua penting untuk dilakukan, bila tidak, pasti akan memunculkan persoalan, salah satunya ya cyber-bullying,” ungkap Nyarwi.

Menanggapi maraknya cyberbullying yang terjadi di masyarakat, Staf Khusus Menkominfo, Dr. Rosarita Niken Widiastuti menilai, sebagian masyarakat mengira kehidupan nyata dan kehidupan dunia maya berbeda. Di kehidupan nyata ada etika dan sopan santun, namun ketika di media sosial, seolah-olah tidak ada tanggung jawab pada apa yang mereka tulis dan upload.  Padahal apa pun yang di-upload semuanya meninggalkan histori.

“Jejak digital akan selalu ada dan tidak terhapus sampai kapan pun. Jadi mari berinvestasi dengan mengunggah konten-konten yang positif di dunia maya,” tuturnya.

Publik figur, Tasya Kamila, memberikan tipsnya dalam menghadapi perundungan siber seperti yang pernah dialaminya. Menurut Tasya, orang-orang yang sering berkomentar bernada hinaan, tidak penting. Bahkan yang cenderung mem-bully, tidak perlu dikasih “panggung” atau “dicuekin” saja. Apabila terlalu mengganggu bisa di-block.

Namun Tasya menambahkan bahwa semuanya kembali lagi kepada masing-masing individu dalam memposting Konten. Menurutnya seseorang harus menjadikan halaman media sosial sebagai konten yang menyebarkan positivity dan itu akan menghasilkan pengikut-pengikut yang positif juga.

“Kalau kita suka posting yang kontroversi maka yang bakal menanggapi postingan kita juga akan menuai respon-respon yang kontroversi juga. Akan tetapi kalau kita ingin membangun komunitas yang positif ya kita harus mengkurasi konten kita,” tutur Tasya.