Billy Mambrasar: Pemuda Papua Harus Jadi Generasi yang Cerdas Teknologi Digital
Foto Dok Kementerian Kominfo

Bagikan:

JAKARTA - Staf khusus presiden, Billy Mambrasar menjelaskan, akses digital meningkat secara signifikan selama pandemi COVID-19.

Menurut pengalamannya ketika mengunjungi Papua, beberapa kota dan kampung yang sebelumnya belum ada koneksi internet, kini sudah terkoneksi.

Ia juga mengungkapkan jika pengguna internet untuk memproduksi karya kreatif di Papua, Papua Barat, dan Indonesia timur secara keseluruhan sudah semakin banyak.

Ia mengaku kaget ketika acara yang dihadiri oleh ribuan orang di Kota Padang, Sumatera Barat, banyak yang mengetahui lagu Papua yang dinyanyikan oleh Mace Purba.

“Jadi bayangkan internet ini bikin karya-karya anak-anak Papua yang tadinya orang tidak tahu menjadi tahu, dan bahkan didengarkan bukan hanya di seluruh Indonesia tetapi di seluruh dunia,” jelasnya.

Namun, menurutnya, kepemilikan akses internet juga harus dibarengi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar tidak menimbulkan masalah.

“Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan menggunakan akses tersebut untuk hal-hal yang produktif. Jadi bukan kita pakai untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk berkarya,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pemuda Indonesia khususnya Papua harus menjadi generasi yang cerdas teknologi digital.

“Bayangkan jika teknologi digital ini bisa kita pakai untuk menciptakan pekerjaan dan membuat perubahan. Jangan sampai di entertainment saja atau cuma buang-buang waktu, tetapi lebih produktif lagi pakai teknologi digital,” jelasnya.

Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan dalam sambutannya pada acara Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) menuturkan, transaksi keuangan online maupun belanja di e-commerce membuat risiko penyalahgunaan data pribadi menjadi semakin besar.

Kebocoran data dapat terjadi meski sudah dilakukan maintenance agar keamanan data terjamin kerahasiaannya.

“Pemerintah harus selalu siaga menghadapi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Kedaulatan data harus diwujudkan dan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi sehingga regulasi perlu segera disiapkan tanpa kompromi,” tegasnya.

Menurutnya, regulasi tersebut bertujuan untuk mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, memberikan rasa aman, memudahkan semua orang untuk berbuat baik, dan mendorong semua pihak untuk berinovasi.

Ia mengemukakan, jika saat ini Kementerian Kominfo tengah menunggu kelanjutan pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah berada di DPR RI.

Sementara itu, sambil menunggu disahkannya RUU PDP menjadi undang-undang, pemerintah tetap melaksanakan praktik dan penegakan PDP melalui berbagai upaya.

“Dalam menangani kasus kebocoran data pribadi, Kemkominfo juga mendorong pelaksanaan program edukasi, literasi, dan peningkatan kesadaran PDP yang melibatkan multi-stakeholder dengan skala yang lebih luas,” ujar Bambang.

Selain itu, Kementerian Kominfo hingga saat ini terus melakukan pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara masif dari sisi hulu hingga hilir demi pemerataan migrasi digital.

Di Provinsi Papua, Kementerian Kominfo melalui BAKTI telah membangun 213 BTS eksisting 4G dan 244 BTS eksisting 4G di Papua Barat pada tahun 2015 hingga 2020.

Pada tahun 2022, BAKTI akan lanjut membangun infrastruktur telekomunikasi sebanyak 2.765 BTS 4G, yaitu 2.220 di Papua, dan 545 di Papua Barat.

“Keberadaan BTS 4G ini adalah untuk mengantar masyarakat Papua dan Papua Barat bermigrasi ke era digital. Pembangunan infrastruktur ini tentu harus juga sejalan dengan pelaksanaan program edukasi, literasi, dan peningkatan kesadaran PDP bagi masyarakat Papua dan Papua Barat,” jelas Bambang.

Sementara itu, data BPS dan APJII pada 2018 menyebutkan pengguna internet di Papua adalah yang tertinggi di kawasan timur Indonesia.

Menurut Bambang, hal ini tentunya perlu dibarengi dengan literasi penggunaan internet yang aman dan pelindungan data bagi pengguna di kawasan tersebut.

“Sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi momen untuk bergerak bersama menjaga keamanan data pribadi, serta meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih awas terhadap keamanan data pribadi,” tutupnya.

Ahli hukum Josua Sitompul yang hadir secara online mengatakan, zaman sekarang ini, data is the new oil of the digital economy atau data adalah minyak baru di dalam ekonomi digital.

Menurutnya, pelindungan di dalam ruang siber sangat dibutuhkan untuk melindungi data pribadi di dalam berbagai proses atau transaksi. Saat ini, sudah banyak pendekatan yang sudah ada, baik secara nasional, regional, maupun internasional dalam melindungi data pribadi.

Ia mengemukakan, Indonesia sendiri sudah ada lebih dari 30 peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang sampai ke Peraturan Menteri yang mengatur tentang pelindungan data pribadi yang kemudian mengalami perubahan-perubahan hingga ke RUU PDP yang saat ini masih dibahas di DPR.

“Diharapkan melalui adanya perubahan-perubahan yang progresif ini, maka Indonesia memiliki satu rezim pelindungan data pribadi yang kuat, sehingga bisa membantu Indonesia di dalam berhadapan dengan instrumen-instrumen global lainnya,” ujarnya.

Hadir juga secara online, Budi Rahardjo selaku Praktisi Keamanan Siber memaparkan mengenai keamanan siber.

Menurutnya, password yang lemah menjadi hal yang paling besar masalahnya di Indonesia.

“Kita tidak boleh menggunakan password yang ada hubungannya dengan data pribadi kita, tidak boleh!,” tegasnya.

Ia juga memberikan tips untuk memperkuat keamanan password yaitu dengan tidak menggunakan kata yang mudah ditebak yang berhubungan dengan data diri ataupun kata yang ada di dalam kamus, password juga tidak boleh sama untuk layanan berbeda, dan harus diubah secara berkala.

Selain itu, data pribadi perlu untuk dilindungi karena bisa digunakan untuk penipuan. Menurutnya saat ini bukan masalah hacking yang lebih ditakutkan, tetapi penipuan.

Sebagai Entrepreneur asal Papua, Jonatan Warinussy mengatakan, zaman digital saat ini sangat memudahkan pengusaha-pengusaha muda untuk dapat berwirausaha tanpa perlu toko fisik.

Namun, dengan kemudahan tersebut, kejahatan-kejahatan siber juga meningkat.

“Untuk mencari modal usaha, pengusaha-pengusaha muda biasanya menggunakan platform pinjaman online yang tidak terdaftar karena kurang mengerti, jadi data-datanya bisa dicuri dan disalahgunakan,” jelasnya.

Jonatan memulai usahanya di tahun 2019, merantau dari Papua ke kota Bandung untuk melanjutkan pendidikan.

Ia bercerita jika kesulitannya menemukan kuliner yang sesuai dengan seleranya justru membuka peluang baginya untuk berwirausaha kuliner.

“Di era teknologi digital seperti saat ini untuk melakukan promosi itu sudah sangat mudah, saya biasanya pakai Instagram untuk pemasarannya,” ungkapnya.

Mengenai keamanan data pribadi, Ia mengingatkan jika sebelum memberikan data-data, harus pastikan dulu platform terdaftar dan bisa menjaga privasi.

“Di era digital ini memang privasi kita bisa terbuka sama siapa saja, apalagi orang-orang terdekat kita. Biasanya penyalahgunaan data itu bisa terjadi karena awalnya kita tidak protektif terhadap data pribadi kita hingga akhirnya bisa terjadi penyalahgunaan data. Jadi teman-teman harus lebih protektif karena data pribadi sangat empuk untuk kejahatan siber,” jelas Jonatan.

Acara ini diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) di sebuah hotel di Bandung, Jawa Barat, dan dapat disaksikan melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kementerian Kominfo.

Selain pembekalan materi dan sesi tanya jawab, acara juga dimeriahkan oleh games Social Media Challenge yang dapat diikuti seluruh peserta.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat umum terutama masyarakat Papua dan pihak-pihak terkait mengenai pentingnya keamanan siber dan risiko pencurian data pribadi di Indonesia, serta cermat dan kritis dalam menjaga keamanan data pribadi.