Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk mematuhi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.

Hal tersebut dikatakan kuasa Hukum PT Lombok Nuansa Televisi, Gede Aditya Pratama dari Kantor Hukum Gede Aditya & Patner di Jakarta, Kamis 4 Agustus. Ia berharap, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mematuhi putusan Mahkamah Agung dan tidak membuat hal-hal yang bersifat inkonstitutional.

"Seperti menerbitkan PP baru yang materi muatannya sama," ujarnya.

Pihaknya juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika menghentikan proses analog switch off di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan Penyiaran berdasarkan UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran jo UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sampai dengan diterbitkannya peraturan yang baru terkait multipleksing ini dalam bentuk UU.

Multipleksing merupakan proses menggabungkan beberapa sinyal menjadi satu sinyal, melalui medium bersama untuk mendukung migrasi siaran analog ke siaran digital atau analog switch off (ASO).

"Kami berharap, pengaturan penyelenggaraan multipleksing jika diatur dalam UU dapat memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal," pungkas dia.

Sebelumnya, Menteri Kominfo Johnny G. Plate sebelumnya menetapkan enam grup LPS sebagai pemenang atau penyelenggara multipleksing untuk implementasi Program Digitalisasi Penyiaran atau Analog Switch Off (ASO). Keenam LPS tersebut adalah Media Group, Surya Citra Media (SCM), Trans, Media Nusantara Citra (MNC), Viva Grup dan NTV. 

"LPS yang tidak menjadi penyelenggara multipleksing masih dapat bersiaran dengan melakukan kerja sama dalam bentuk sewa slot multipleksing, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar)," kata Johnny.