Bagikan:

JAKARTA - Dugaan korupsi proyek satelit yang merugikan keuangan negara Rp800 miliar mendapat dukungan penuh untuk diungkap dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga ini menyatakan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk siap melindungi para saksi, yakni para pelaku (justice collaborator) dan ahli dalam kasus tersebut.

"LPSK mendorong Kejagung mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi proyek satelit. LPSK mengimbau pihak-pihak yang mengetahui atau memiliki informasi terkait kasus ini berani bersuara untuk membantu proses penegakan hukum. Negara melalui LPSK akan memastikan perlindungan sehingga para saksi dapat memberikan keterangan dengan aman,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, di Jakarta, Sabtu, 15 Januari.

Menurutnya, dorongan dan dukungan terhadap penanganan dugaan kasus korupsi itu diperlukan karena proyek satelit tersebut tidak hanya bersinggungan dengan Kementerian Pertahanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, tetapi juga pihak korporasi di luar negeri.

Selain itu, kata Edwin, akibat kerugian keuangan negara yang cukup besar itu, diharapkan ada upaya maksimal dari berbagai pihak terkait untuk memulihkan persoalan tersebut.

Ia juga menyampaikan LPSK siap berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung ataupun Kemenko Polhukam untuk kepentingan pengungkapan dugaan kasus korupsi tersebut.

Kejaksaan Agung juga telah mengumumkan peningkatan status penanganan dugaan korupsi proyek satelit itu ke tahap penyidikan.

Pada saat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang pada proyek satelit tersebut diduga telah merugikan negara sebanyak Rp800 miliar.

Pengungkapan dugaan kasus korupsi proyek satelit ini berawal dari kekosongan pengelolaan setelah satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot orbit 123 derajat BT.

Saat itu, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot tersebut.

Selanjutnya pada perkembangannya, meskipun persetujuan penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kementerian Kominfo belum terbit, pihak Kementerian Pertahanan sudah membuat kontrak sewa satelit dengan pengisi orbit milik Avanti Communication Ltd bernama Satelit Artemis.

Selain itu, menurut pernyataan resmi Mahfud MD, Kementerian Pertahanan juga telah menandatangani kontrak dengan perusahaan Navayo, Airbus, Detente Hogan Lovells, dan Telesat dalam kurun waktu dari tahun 2015 sampai 2016.