Bagikan:

JAKARTA – India yang dikenal besikap keras terhadap cryptocurrency, tampaknya mulai melunak. Hal itu terlihat dari pendapat anggota Komite Kebijakan Moneter India, Ashima Goyal yang mengatakan bahwa pelarangan total terhadap kripto akan sulit diimplementasikan.

Sebelumnya, Goyal sempat bertugas di beberapa komite pemerintah seperti Dewan Penasihat Ekonomi Perdana Menteri, dan komite penasihat teknis Reserve Bank of India (RBI) untuk kebijakan moneter.

Ketika berbicara tentang cryptocurrency, Goyal mengatakan bahwa kripto harus disebut sebagai token dengan alasan bahwa kripto tidak bisa diterima dan tidak memadai untuk menjadi alat tukar. Oleh karena itu, kripto harus dilarang sebagai alat pembayaran resmi, namun tetap diatur sebagai token.

“Hanya transaksi besar, dari investor yang sadar akan risikonya, yang diizinkan,” kata Goyal.

Dalam pembahasan dengan dewan gubernur pusat belakangan ini, RBI mendesak pemerintah untuk melarang kripto sepenuhnya namun sebagian besar larangan disebut tidak akan berhasil. Pelarangan dinilai hanya akan menigkatkan aktivitas ilegal.

Selain itu, RBI juga menilai bahwa cryptocurrency sangat rentan terhadap penipuan dan memiliki volatilitas yang ekstrem. Mereka menilai bahwa kripto “menimbulkan risiko langsung terhadap perlindungan pelangan dan anti-pencucian uang (AML)/memerangi pendanaan terorisme (CFT).”

Hingga kini, belum ada undang-undang khusus mengenai kripto di India. Meski begitu, pemerintah India sedang mempersiapkan undang-undang cryptocurrency. Sikap India yang keras terhadap kripto telah menjadi sorotan publik global dalam beberapa bulan terakhir. Namun sikap India tidak sekeras China yang melarang perdagangan dan mengusir para penambang kripto, bahkan pembahasan mengenai kripto melalui media sosial juga tidak diperbolehkan.