JAKARTA - Melihat perubahan iklim semakin memprihatinkan, perusahaan yang bergerak dibidang pemrosesan grafis gim, Nvidia berencana memperluas Omniverse-nya dengan membuat kembaran digital Bumi atau Earth 2.
Omniverse yang mirip dengan Metaverse (Facebook), diluncurkan sebagai beta terbuka pada Desember 2020. Omniverse menawarkan kepada desainer 3D dunia virtual di mana pengguna di seluruh dunia dapat berkolaborasi dalam berbagai aplikasi perangkat lunak. Sejak Desember 2020, lebih dari 70.000 pencipta individu telah mengunduh Omniverse, yang terdiri dari lebih dari 700 perusahaan
CEO Nvidia, Jensen Huang, menyatakan akan membangun kembaran digital untuk mensimulasikan dan memprediksi perubahan iklim. Dia menggambarkan Earth 2 sebagai alat untuk memahami bagaimana mengurangi dampak perubahan iklim.
“Superkomputer baru ini akan menjadi Earth 2, kembaran digital Bumi, menjalankan fisika AI buatan Modulus dengan kecepatan jutaan kali di Omniverse. Semua teknologi yang kami temukan hingga saat ini diperlukan untuk memungkinkan Earth 2. Saya tidak bisa membayangkan berita yang lebih besar dan lebih penting," ungkap Huang.
Dihimpun dari Venturebeat, Rabu, 10 November, tujuan Nvidia merupakan tantangan besar yang pada akhirnya tidak hanya memberi masukan pada komputasi ilmiah tetapi juga ambisi perusahaan untuk berubah menjadi perusahaan komputasi penuh.
Meskipun ia menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan Omniverse, Huang ingin menjelaskan bahwa itu tidak dimaksudkan sebagai taman bermain digital belaka. Akan tetapi juga tempat untuk memodelkan peningkatan di dunia nyata.
“Omniverse berbeda dari mesin gim. Omniverse dibangun untuk menjadi skala pusat data dan mudah-mudahan, pada akhirnya, skala planet,” ujar Huang.
Sementara, Earth 2 dimaksudkan untuk menjadi langkah berikutnya di luar Cambridge-1, superkomputer Nvidia senilai 100 juta dolar AS yang diluncurkan pada bulan Juni dan tersedia bagi para peneliti perawatan kesehatan di Inggris.
BACA JUGA:
Nvidia tidak merinci bagaimana arsitektur Earth 2, tetapi Huang mengatakan pemodelan iklim bumi akan cukup membuat prediksi akurat 10 hingga 30 tahun ke depan.
“Simulasi iklim jauh lebih sulit daripada simulasi cuaca, yang sebagian besar memodelkan fisika atmosfer dan keakuratan model dapat divalidasi setiap beberapa hari. Prediksi iklim jangka panjang harus memodelkan fisika atmosfer bumi, lautan, perairan, es, daratan, dan aktivitas manusia serta semua interaksinya," jelas Huang.
Selanjutnya kata Huang, resolusi simulasi satu hingga sepuluh meter diperlukan untuk menggabungkan efek seperti awan atmosfer rendah yang memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa.
Nvidia menangani masalah ini menggunakan kerangka Modulus baru untuk mengembangkan model pembelajaran mesin fisika. Kemajuan sangat dibutuhkan, mengingat seberapa cepat iklim bumi berubah, misalnya dengan kekeringan yang disebabkan oleh penguapan dan reservoir air minum yang telah turun sebanyak 150 kaki.
"Untuk mengembangkan strategi mitigasi dan adaptasi bisa dibilang salah satu tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat saat ini. Kombinasi komputasi yang dipercepat, ML fisika, dan sistem komputer raksasa dapat memberi kita lompatan jutaan kali dan memberi kita kesempatan," tutur Huang.