Peternak Kumbang Bertanduk di Kolombia Ciptakan Mata Uang Kripto untuk Hindari Potongan Komisi
Peternak Kolombia mengekspor kumbang bertanduk raksasa ke Jepang. (foto; dok. unsplash)

Bagikan:

JAKARTA  - Pengekspor kumbang bertanduk panjang asal Kolombia, hewan peliharaan populer untuk anak-anak Jepang, telah menciptakan cryptocurrency sendiri untuk menghindari komisi tinggi pada penjualan di pasar internasional.

"Ini adalah alternatif untuk dapat mengekspor kumbang ke Jepang atau bagian lain dunia dan dapat menggunakannya sebagai metode pembayaran," kata Carmelo Campos, kepala programer Tierra Viva, yang berbasis di pusat kota Andes, Tunja.

Perusahaan mengekspor spesies Hercules, Neptunus, dan kumbang gajah yang harganya bisa mencapai 300 dolar AS (Rp 4,3 juta) sepasang di Tokyo. Komisi penjualan yang dapat mencapai 10% dari nilai ekspor, telah memotivasi Tierra Viva untuk menciptakan mata uang.

Kmushicoin, dinamai menurut nama kumbang bertanduk panjang Kabutomushi dalam bahasa Jepang, diterima sebagai pembayaran oleh sekitar 220 bisnis di Tunja, termasuk restoran, toko pakaian, kafe, dan toko perangkat keras.

“Tierra Viva menggunakan persentase dari semua penjualannya untuk membeli kembali koin tersebut,” kata Campos, seperti dikutip Reuters.

Kmushicoin bernilai 0,30 sen ketika dibuat pada 2019. Namun kini diperdagangkan pada 1,84 dolar AS pada Selasa, 2 November.

"Tujuan kami adalah untuk dapat menggunakannya sebagai metode pembayaran di tingkat nasional," kata Campos. Ia juga menambahkan penyedia listrik telah bertanya apakah pelanggannya dapat membayar tagihan mereka dengan Kmushicoin.

Kumbang, yang dapat tumbuh seukuran tangan orang dewasa dan hidup hingga 17 bulan, diberi makan sisa sayuran dan buah sebagai larva, yang menghasilkan pupuk yang juga dijual Tierra Viva.

Kumbang ini telah lama disukai sebagai hewan peliharaan untuk anak-anak Jepang, serta menjadi jimat keberuntungan bagi mereka.

"Secara total, termasuk semua tahap metamorfosis, kami dapat memiliki lebih dari 50.000 kumbang yang berperan dalam operasi kami," kata pendiri Tierra Viva, German Viasus, saat dua kumbang merayap di bajunya.