JAKARTA - Perusahaan keamanan siber yang berbasis di Israel, NSO Group baru saja memasuki daftar entitas atau daftar hitam di Amerika Serikat (AS). NSO Group sendiri merupakan pelaku di belakang serangan spyware Pegasus yang ditemukan di ponsel para aktivis, jurnalis, dan eksekutif awal tahun ini.
Dengan ditambahnya NSO Group dalam daftar hitam, artinya perusahaan tidak lagi dapat menggunakan teknologi Amerika. Hal ini didasari bahwa perusahaan terbukti mengembangkan dan memasok spyware ke pemerintah asing yang menargetkan pejabat pemerintah, jurnalis, pebisnis, aktivis, akademisi dan pekerja kedutaan.
Departemen Perdagangan mengatakan alat NSO Group juga telah membantu pemerintah asing melakukan penindasan transnasional serta mengancam ketertiban internasional.
Menanggapi hal ini, NSO Group menyatakan sangat kecewa dengan keputusan tersebut dan akan mengadvokasi agar tindakan itu bisa dibatalkan.
"Kami berharap dapat menyajikan informasi lengkap tentang bagaimana kami memiliki program kepatuhan dan hak asasi manusia paling ketat di dunia yang didasarkan pada nilai-nilai Amerika yang kami bagikan secara mendalam, dan telah mengakibatkan pemutusan kontak berkali-kali dengan lembaga pemerintah yang menyalahgunakan produk kami," ungkap juru bicara NSO, seperti dikutip dari CNET, Kamis, 4 November.
Menurut Departemen Perdagangan AS, langkah itu adalah bagian dari upaya pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menempatkan hak asasi manusia di pusat kebijakan luar negeri AS, termasuk dengan bekerja untuk membendung proliferasi alat digital yang digunakan untuk penindasan.
Spyware Pegasus pertama kali dilaporkan oleh kelompok keamanan siber Citizen Lab, yang menemukan ponsel aktivis Arab Saudi telah terinfeksi Pegasus. Pada bulan Juli, para peneliti juga menemukan bukti percobaan atau keberhasilan pemasangan Pegasus di 37 ponsel aktivis, jurnalis, dan eksekutif bisnis tanpa diketahui pemilik ponsel.
BACA JUGA:
Kemudian, Apple segera merilis pembaruan keamanan pada seluruh perangkatnya untuk menutup kerentanan yang dieksploitasi oleh spyware Pegasus, karena sebagian ponsel diketahui merupakan besutan Apple.
Namun, NSO Group, yang melisensikan perangkat lunak pengawasan ke lembaga pemerintah, membantah tuduhan tersebut dan mengatakan perangkat lunak Pegasus membantu pihak berwenang memerangi penjahat serta teroris yang memanfaatkan teknologi enkripsi untuk menjadi gelap.